loading...
Kurangnya talenta di bidang AI bisa menghambat ambisi Indonesia untuk menjadi salah satu yang terdepan di adopsi kecerdasan buatan. Foto: Gemini
JAKARTA - Di tengah gegap gempita revolusi kecerdasan artifisial, masyarakat Indonesia seolah tak mau ketinggalan kereta. Laporan terbaru dari Coursera mengungkap data fantastis: pendaftaran kursus Generative AI (GenAI) di Indonesia meroket hingga 237% dalam setahun terakhir, jauh melampaui rata-rata global.
Ini adalah cerminan dari sebuah ambisi besar. Indonesia sedang berlari kencang, mempersiapkan tenaga kerjanya agar tidak sekadar menjadi penonton, melainkan pemain utama di era digital.
Namun, di balik angka yang mengesankan ini, tersimpan sebuah realitas pahit yang mengancam akan menggagalkan mimpi tersebut: krisis talenta dan kesenjangan gender yang menganga lebar.
Rapor Merah di Balik Peringkat ke-47
Global Skills Report 2025 dari Coursera menempatkan Indonesia di peringkat ke-47 secara global dalam penguasaan keterampilan. Sebuah posisi di papan tengah yang menunjukkan perjalanan masih sangat panjang.
Meskipun tingkat kompetensi di bidang teknologi (58%) dan data science (60%) cukup menjanjikan, ada beberapa "pekerjaan rumah" serius yang tidak bisa diabaikan.
"Indonesia sedang mempersiapkan tenaga kerja yang melek digital. AI kini menjadi fokus utama, dan para pembelajar meresponsnya dengan membekali diri lewat keterampilan GenAI agar tetap relevan," ujar Eklavya Bhave, Head of Asia Pacific, Coursera.
Namun, data berbicara lebih keras. Laporan Future of Jobs 2025 dari World Economic Forum mencatat bahwa 83% perusahaan di Indonesia memproyeksikan transformasi besar dalam operasional mereka pada 2030. Sebuah angka yang jauh di atas rata-rata global. Pertanyaannya: siapa yang akan menjalankan transformasi ini?