5 Tanda Impostor Syndrome, Salah Satunya Selalu Takut Gagal

5 days ago 14

Fimela.com, Jakarta Impostor Syndrome sering kali disamakan dengan keraguan diri yang biasa, padahal keduanya memiliki perbedaan yang sangat mendalam. Imposor Syndrome adalah sebuah kondisi psikologis yang lebih dari sekadar rasa tidak aman atau perasaan "salah" yang kita rasakan sesekali.

Bayangkan, kamu bekerja keras, berprestasi, namun di balik itu, ada suara kecil dalam dirimu yang terus berkata, "Kamu hanya beruntung," atau "Orang-orang hanya menganggap kamu hebat karena mereka belum tahu siapa kamu sebenarnya." Sahabat Fimela, perasaan seperti ini bukan hanya sekadar kebetulan. Ini adalah manifestasi dari Impostor Syndrome, dan bisa hadir pada siapa saja, tidak peduli seberapa sukses mereka. Dari orang yang selalu merasa "kekurangan" meski sudah mencapai banyak, hingga mereka yang takut bahkan merayakan keberhasilan, Impostor Syndrome bisa menguasai hidup tanpa kita sadari.

Kenapa Impostor Syndrome begitu berbahaya? Karena ia datang dengan berbagai bentuk dan strategi halus yang membuat kita merasa tidak layak, meski sebenarnya kita memiliki segala sesuatu yang dibutuhkan untuk sukses. Mengutip laman WebMD, impostor syndrome adalah kondisi di mana seseorang meragukan kemampuan dan pencapaiannya sendiri. Kamu merasa bahwa dirimu tidak sekompeten atau seberharga seperti yang diyakini orang lain, dan ada ketakutan bahwa suatu hari nanti orang-orang akan menyadari hal tersebut. Meskipun imposter syndrome bukanlah diagnosa gangguan mental, kondisi ini dapat memberikan dampak negatif yang nyata dalam berbagai aspek kehidupan.

Kadang-kadang, imposter syndrome juga disebut fenomena impostor, sindrom penipu, atau pengalaman impostor. Orang yang mengalami imposter syndrome cenderung merasa tidak pantas atau takut bahwa keberhasilan mereka tidak benar-benar berdasarkan kemampuan mereka, melainkan hanya karena keberuntungan atau kebetulan. Hal ini bisa memengaruhi kepercayaan diri, hubungan sosial, dan bahkan kinerja di tempat kerja atau pendidikan.

Dalam artikel ini, Sahabat Fimela akan menemukan lima tanda-tanda Impostor Syndrome yang sering muncul dalam kehidupan sehari-hari. Satu di antaranya, yang paling jelas, adalah rasa takut yang berlebihan akan kegagalan. Namun, itu bukan satu-satunya. Mari kita telusuri lebih dalam, dan temukan bagaimana tanda-tanda ini bisa mengintai di kehidupanmu.

1. Perfeksionisme yang Berlebihan

Sahabat Fimela, apakah kamu sering merasa bahwa tidak ada hasil yang cukup baik meski sudah berusaha sekuat tenaga? Nah, itu adalah salah satu ciri khas orang dengan Impostor Syndrome. Perfeksionisme yang tidak sehat bukan hanya soal ingin melakukan segalanya dengan sempurna, tetapi juga tentang selalu menemukan celah untuk kritik terhadap hasil yang sudah ada. Ketika kamu gagal melihat pencapaian dengan rasa bangga, itu mungkin karena kamu terjebak dalam lingkaran ini.

Kamu mungkin sudah melakukan pekerjaan luar biasa, tetapi karena sedikit kesalahan atau hal kecil yang tidak sesuai ekspektasi, kamu merasa semua itu sia-sia. Perfeksionisme ini bisa menjadi jebakan mental yang membuatmu terus-menerus merasa tidak cukup. Alih-alih merayakan kemenangan, kamu lebih fokus pada kekurangan yang menurutmu "harus diperbaiki." Padahal, Sahabat Fimela, setiap pencapaian, besar atau kecil, adalah bukti dari kerja kerasmu yang layak dihargai.

Impostor Syndrome memicu ketidakmampuan untuk merasa puas dengan diri sendiri, dan ini bukan hanya masalah internal. Tekanan untuk selalu "lebih baik" datang dari perbandingan yang tak pernah ada habisnya. Perasaan ini bisa menghalangi dirimu untuk merayakan keberhasilan, atau bahkan mengakui bahwa kamu layak mendapatkannya. Sahabat Fimela, ingatlah bahwa kamu tidak harus sempurna untuk dianggap luar biasa.

2. Merasa Harus Selalu Menjadi Superhero

Tanda kedua yang kerap muncul adalah kecenderungan untuk merasa bahwa kamu harus menjadi superhero dalam setiap tugas yang kamu lakukan. Jika kamu sering merasa terpaksa untuk mengerjakan lebih banyak dari yang bisa kamu tangani atau selalu berkata "ya" pada setiap permintaan meskipun kamu kelelahan, maka kamu sedang berjuang dengan Impostor Syndrome. Rasa ingin membuktikan diri bisa membuatmu merasa perlu untuk lebih dari sekadar cukup—kamu ingin menjadi yang terbaik dalam segala hal.

Sahabat Fimela, ini adalah perangkap yang sangat menguras energi. Dalam usaha untuk terlihat sempurna dan tidak ingin mengecewakan orang lain, kamu bisa saja mengambil lebih banyak pekerjaan daripada yang sebenarnya bisa kamu tangani. Namun, meski kamu mengerjakannya dengan sungguh-sungguh, ada rasa tidak puas yang mengintai di dalam dirimu. Kamu merasa tidak pantas menerima pujian atas apa yang telah kamu lakukan, karena dalam pikiranmu, kamu selalu bisa melakukan lebih.

Kecenderungan ini sering kali berhubungan dengan rasa takut akan penolakan atau kekecewaan orang lain. Tapi Sahabat Fimela, kenyataannya adalah kamu bukan mesin yang bisa terus bekerja tanpa henti. Menjaga batasan dan memberi diri waktu untuk beristirahat sama pentingnya dengan bekerja keras. Mengingatkan dirimu bahwa kamu cukup dengan apa yang telah dilakukan adalah langkah pertama untuk membebaskan diri dari beban superhero yang terlalu berat ini.

3. Takut Gagal, Takut Mengecewakan

Siapa yang tidak takut gagal? Namun, bagi sebagian orang yang mengalami Impostor Syndrome, kegagalan bisa terasa seperti bencana besar yang bisa menghancurkan reputasi mereka. Tidak hanya takut gagal, tapi rasa malu yang datang setelahnya bisa membuat mereka merasa seolah-olah dunia akan mengungkapkan bahwa mereka hanyalah penipu. Kamu mungkin lebih banyak menghabiskan waktu untuk menghindari kegagalan daripada menikmati proses menuju sukses itu sendiri.

Sahabat Fimela, ada saatnya kegagalan adalah bagian yang tak terpisahkan dari perjalanan sukses. Namun, bagi orang yang terjebak dalam Impostor Syndrome, kegagalan bisa menjadi momok yang menakutkan. Ketakutan akan kegagalan ini menghalangi kemampuanmu untuk melangkah maju dengan percaya diri. Rasa malu yang terhubung dengan kegagalan ini membuatmu bekerja lebih keras, tetapi bukan karena keinginan untuk tumbuh—lebih karena rasa takut bahwa orang lain akan melihatmu sebagai seorang penipu.

Menghadapi kegagalan dengan kepala tegak adalah salah satu langkah untuk memecahkan siklus Impostor Syndrome. Setiap kegagalan membawa pelajaran, dan itu adalah bagian dari kesuksesan sejati. Sahabat Fimela, cobalah untuk lebih mudah menerima kegagalan sebagai langkah menuju perbaikan, bukan sebagai akhir dari perjalananmu.

4. Menyembunyikan Pencapaian dan Menghindari Pujian

Sudahkah kamu pernah menerima pujian tetapi merasa tidak pantas mendapatkannya? Atau mungkin, kamu pernah meremehkan pencapaianmu dengan berkata, "Itu hanya keberuntungan," atau "Itu karena bantuan orang lain." Jika ini terasa familiar, maka kamu mungkin tengah menghadapi salah satu tanda kuat dari Impostor Syndrome. Pencapaian yang seharusnya dibanggakan justru sering kali diabaikan atau bahkan dikesampingkan.

Ini adalah mekanisme pertahanan diri yang membuatmu merasa aman dari "terbongkarnya" dirimu sebagai seorang penipu. Padahal, Sahabat Fimela, merayakan keberhasilan adalah cara terbaik untuk membangun rasa percaya diri. Tanpa mengakui pencapaianmu, kamu merusak kesempatan untuk melihat betapa hebatnya dirimu. Ini bukan soal kesombongan, tetapi tentang memberi diri sendiri pengakuan atas usaha dan hasil yang telah dicapai.

Jika kamu terus menanggapi pujian dengan keraguan, kamu akan selalu merasa terjebak dalam peran seorang impostor. Sahabat Fimela, belajarlah untuk menerima pujian dengan tulus, karena itu adalah cermin dari kemampuan dan dedikasi yang kamu miliki.

5. Ketakutan akan Kesuksesan yang Tak Terpenuhi

Ironis, namun sangat nyata—bagi banyak orang dengan Impostor Syndrome, sukses justru menakutkan. Bukan karena mereka tidak ingin sukses, tetapi karena mereka takut tidak dapat mempertahankan keberhasilan tersebut. Ketakutan akan kesuksesan ini sering kali datang bersamaan dengan perasaan bahwa mereka tidak layak mendapatkannya, dan bahwa suatu hari orang akan menemukan mereka "berbohong."

Sahabat Fimela, sering kali kita berpikir bahwa kesuksesan adalah tujuan akhir, padahal ia hanyalah titik awal dari perjalanan baru. Ketakutan bahwa kita tidak akan mampu mengatasi ekspektasi atau tekanan yang datang setelah mencapai sesuatu yang besar membuat kita menghindari ambisi itu sendiri. Namun, ini adalah mindset yang membatasi potensi diri kita.

Sebagai gantinya, cobalah untuk melihat kesuksesan sebagai peluang untuk tumbuh lebih jauh, bukan beban yang harus dipikul. Setiap pencapaian membuka pintu baru yang menantang, dan kamu, Sahabat Fimela, sudah lebih dari cukup untuk menghadapinya.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Read Entire Article
Prestasi | | | |