Apakah Istri Boleh Membayar Zakat Fitrah Suami?

5 hours ago 3

loading...

Dalam Islam, istri tidak wajib menafkahi suaminya sehingga suami masih bisa menerima zakat dari istrinya, asal suaminya berstatus fakir. Foto ilustrasi/ist

Apakah seorang istri boleh membayar zakat fitrah suaminya? Pertanyaan ini mengemuka ketika banyak pasangan suami istri yang bekerja, namun pendaparan istri jauh lebih besar dari suaminya.

Dalam Islam, kewajibanzakat fitrah dikenakan kepada setiap individu Muslim. Mereka yang sudah tua atau masih anak-anak, baligh maupun belum, kaya dan tidak, terkena kewajiban ini. Hakikatnya bagi yang sudah berkeluarga, zakat fitrah menjadi tanggung jawabkepalakeluarga. Sang suami harus menanggung zakat fitrahnya sendiri, istri dan anak-anaknya.

Faktanya saat ini, banyak perempuan menghasilkan uang sendiri. Di sisi lain para lelaki banyak yang berstatus pengangguran karena tidak dapat bekerja. Dalam hal pasangan suami istri (pasutri) yang istrinya bekerja dan menghasilkan uang sendiri, ada keinginan dari istri untuk membantu suami dari segi apa pun.

Seperti halnya dalam segi finansial, istri ingin membantu finansial suami dengan memberikan zakatnya kepada suami yang notabene tidak mempunyai pekerjaan. Lalu bagaimana hukum keabsahan suami menerima zakat dari istri?

Berikut penjelasan Ustadz Muhammad Afifuddin,Ketua LBM PP Mambaus Sholihin 9, Blitar Jawa Timur seperti dilansir NU online;

Allah telah berfirman:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Artinya:“Sesungguhnya zakat itu hanya untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (para mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah maha mengetahui, maha bijaksana.”(QS At-Taubah: 60)

Ayat di atas menjelaskan tentang orang-orang yang berhak menerima zakat secara rinci yang teringkas dalam delapan golongan. Delapan golongan terpilih ini sebagai penerima zakat secara umum, baik itu zakat fitrah maupun zakat mal (harta).

Sebelum menjawab pertanyaan apakah suami boleh menerima zakat dari istri, perlu diketahui bahwa seorang muzakki boleh menasarufkan zakat terhadap keluarga, bahkan memberikan zakat kepada keluarga tergolong sebagai hal yang disunnahkan.

Sebab muzakki dengan melakukan hal tersebut akan mendapatkan dua pahala, yakni pahala membayar zakat dan pahala menyambung tali persaudaraan.

Dalam hadis dijelaskan:

إنَّ الصَّدَقَةَ عَلَى الْمِسْكِيْنِ صَدَقَةٌ وَ عَلَى ذِيْ الرَّحِمِ اثْنَتَانِ صَدَقَةٌوَصِلَةٌ

Artinya:“Sungguh sedekah pada orang miskin mendapatkan (pahala) sedekah. Sedekah kepada saudara mendapatkan dua pahala, yakni (pahala) sedekah dan (pahala) menyambung tali persaudaraan.”(HR An-Nasa’i).

Baca Juga

Said Abdullah Sebut Zakat Fitrah Bentuk Kepedulian Terhadap Sesama

Akan tetapi menasarufkan zakat terhadap keluarga terdapat dua ketentuan yang harus dipenuhi. Syarat tersebut yakni:

Pertama, keluarga termasuk salah satu dari delapan golongan yang berhak menerima zakat sebagaimana dalam ayat di atas. Apabila tidak termasuk dari salah satunya, maka tidak berhak menerima zakat.

Kedua, keluarga bukanlah orang yang nafkahnya menjadi tanggungan wajib oleh seorang muzakki seperti saudara laki-laki, saudara perempuan, paman, bibi, dan lain sebagainya.

وإذا كان للمالك الذي وجبت في ماله الزكاة أقارب لا تجب عليه نفقتهم ، كالإخوة والأخوات والأعمام والعمات والأخوال والخالات وأبنائهم وغيرهم، وكانوا فقراء أو مساكين، أو غيرهم من أصناف المستحقين للزكاة، جاز صرف الزكاة إليهم، وكانوا هم أولى من غيرهم

Artinya:“Jika pemilik harta yang wajib zakat memiliki kerabat yang tidak wajib baginya untuk menafkahi mereka, seperti saudara laki-laki, saudara perempuan, paman dari jalur ayah, bibi dari jalur ayah, paman dari jalur ibu, bibi dari jalur ibu, anak-anak mereka dan kerabat lainnya, sementara keadaan kerabat tersebut fakir atau miskin, atau memiliki sifat lain dari golongan orang-orang yang wajib zakat, maka boleh membagikan zakat kepada mereka, bahkan para kerabat ini lebih berhak dari orang lain.”(Mushtafa Said Al-Khin dkk., Al-Fiqhul Manhaji ‘ala Madzhabil Imamis Syafi’i, [Damaskus: Darul qalam], juz II, halaman 66).

Read Entire Article
Prestasi | | | |