loading...
Kerajaan Arab Saudi, selain menjadi negara kaya minyak, juga meraup banyak uang dari pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Foto/SPA
JAKARTA - Kerajaan Arab Saudi, selain menjadi negara kaya minyak, juga meraup banyak uang dari pelaksanaan ibadah haji dan umrah.
Laporan bertajuk “Saudi Arabia’s holy business” dari Le Monde diplomatiquemenungkap pendapatan Arab Saudi dari pelaksanaan ibadah haji mencapai USD10 miliar hingga USD15 miliar (Rp165,4 triliun hingga Rp248,2 triliun) per musim haji atau per tahun.
Arab Saudi dan Bisnis Haji
Kerajaan Arab Saudi menjadi salah satu negara pengekspor minyak terbesar di dunia dengan 10 juta barel per hari. Ia juga merupakan tempat lahir dan pusat Islam, dan satu-satunya anggota PBB yang dinamai berdasarkan sebuah keluarga, yakni Wangsa atau Dinasti Saud.
Negara ini mengklaim hak eksklusif atas syahadat, yang ditampilkan pada benderanya untuk mengingatkan 1,8 miliar Muslim di seluruh dunia bahwa penguasanya adalah Penjaga Dua Masjid Suci, dengan yurisdiksi atas Makkah, tempat lahir Nabi Muhammad SAW— arah (kiblat) umat Islam salat lima kali sehari—dan Madinah, tempat Nabi Muhammad SAW dimakamkan.
Pendapatan minyak negara yang besar memperkuat posisinya sebagai pemimpin negara Islam, tetapi para penguasanya tahu bahwa mereka harus menjaga legitimasi mereka sebagai penjaga kota-kota suci, dan mereka melakukan upaya besar untuk memastikan ziarah di tanah suci di Saudi berjalan lancar dan aman.
Tantangan logistik, sanitasi, dan keamanan sangat besar. Ibadah haji berlangsung setidaknya lima hari selama Dzulhijjah, bulan terakhir kalender lunar Islam, dan setiap tahun antara 2 hingga 3 juta jamaah haji melakukan perjalanan ibadah tersebut.
Ibadah haji merupakan salah satu dari lima rukun Islam, dan setiap Muslim wajib menjalankannya setidaknya sekali dalam hidup mereka jika mereka cukup sehat dan mampu melakukannya.
Arab Saudi memperoleh pendapatan rata-rata USD10 miliar hingga USD15 miliar (Rp165,4 triliun hingga Rp248,2 triliun) per musim haji atau per tahun.
Negara tersebut juga meraup USD4 miliar hingga USD5 miliar (Rp66, 1 triliun hingga Rp82,7 triliun) dari 8 juta jamaah yang melaksanakan umrah, ibadah (tidak wajib) ke Makkah yang dapat dilakukan kapan saja kecuali selama periode haji, dengan jumlah puncak selama bulan Ramadan.