loading...
Kontroversi seputar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 terus bergulir. FOTO/dok.SindoNews
JAKARTA - Kontroversi seputar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 terus bergulir. Sejumlah pasal yang mengatur peredaran produk tembakau dinilai tidak hanya menekan industri nasional, tetapi juga mencerminkan adopsi agenda asing yang tidak sah secara hukum di Indonesia. Kritik tajam pun bermunculan dari kalangan akademisi dan ekonom yang menilai kebijakan ini bertentangan dengan prinsip kedaulatan hukum dan berpotensi menimbulkan dampak ekonomi yang luas.
Salah satu sorotan utama tertuju pada dugaan penggunaan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) sebagai rujukan dalam penyusunan PP 28/2024. Padahal, Indonesia hingga kini belum meratifikasi perjanjian internasional tersebut. Ahli Hukum Universitas Trisakti, Ali Rido , menilai hal ini sebagai kekeliruan konstitusional.
"FCTC itu sampai detik ini itu tidak diratifikasi oleh Indonesia. Sehingga secara konsepsi peraturan perundang-undangan itu tidak boleh dijadikan rujukan. Bahasa agamanya itu ya haram untuk dijadikan rujukan," ujar dia dalam pernyataannya, Rabu (2/7).
Baca Juga: PP 28/2024 Ancam Sektor Padat Karya, Potensi Rugi Ratusan Triliun
Rido menegaskan sumber sah dalam pembentukan regulasi nasional adalah Pancasila, UUD 1945, dan Undang-Undang. Menjadikan FCTC sebagai acuan, menurutnya, mencerminkan dominasi agenda asing yang bertolak belakang dengan semangat kemandirian hukum Indonesia.