loading...
Greta Thunberg dikenal sebagai aktivis kemanusiaan. Foto/X/@RimabestRima12
GAZA - Aktivis iklim Greta Thunberg gagal menjalankan misi kemanusiaannya ke Gaza setelah dideportasi oleh otoritas Israel. Thunberg dan sejumlah rekannya dicegat saat mereka tengah berada di atas kapal bernama Madleen yang sedang menuju wilayah Gaza.
Perjalanan tersebut dilakukan pada Senin, 9 Juni 2025. Dalam perjalanannya, Thunberg sempat membagikan beberapa momen di media sosial, termasuk foto dirinya di atas kapal sambil mengibarkan bendera Palestina sebagai bentuk solidaritas terhadap rakyat Gaza yang terdampak konflik.
Namun, kapal mereka dihentikan oleh pihak Israel. Thunberg dan rekan-rekannya kemudian ditahan untuk beberapa waktu. Setelah penahanan tersebut, sejumlah aktivis dipulangkan ke negara asal masing-masing, termasuk Greta Thunberg yang akhirnya kembali ke Paris.
Setibanya di Paris, Thunberg memberikan pernyataan kepada media. Ia menuduh pasukan Israel telah melakukan penyerangan dan penculikan secara ilegal. Menurutnya, tindakan tersebut tidak berdasar karena ia dan timnya tidak melanggar hukum apa pun selama perjalanan kemanusiaan tersebut.
Menanggapi tudingan tersebut, Pemerintah Israel membantah keras bahwa pihaknya telah melakukan penculikan. Melalui pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri, Israel menyatakan bahwa tindakan mereka merupakan bagian dari prosedur hukum. Deportasi dilakukan karena kapal yang digunakan Thunberg memasuki zona yang dinilai melanggar aturan keamanan nasional.
Profil Greta Thunberg
Greta Thunberg lahir pada Agustus 2003 di Stockholm, Swedia. Pengalamannya melihat dampak perubahan iklim sejak kecil, seperti laporan tentang burung mati karena plastik, mendorongnya untuk bertindak sejak usia sekitar 8–9 tahun.
Ketika usianya baru 15 tahun pada Agustus 2018, Greta memulai aksi protes sendirian di luar Gedung Parlemen Swedia dengan spanduk bertuliskan “Skolstrejk för klimatet” (mogok sekolah demi iklim).
Aksi tersebut berubah menjadi gerakan global bernama Fridays for Future, yang kemudian mengilhami jutaan pelajar di lebih dari 270 kota di dunia untuk melakukan mogok serupa demi menuntut aksi nyata legislatif terhadap perubahan iklim.