Judul: The Denial of Death
Penulis: Ernest Becker
Penerjemah: Wandi S. Brata
Penyunting: Christina M. Udiani
Penata Letak: Bernadette Esti W.U.
Perancang Sampul: Teguh Erdyan
Cetakan Pertama, Mei 2024
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Dalam buku ini, Ernest Becker, di satu sisi, membahas motivasi dasar perilaku manusia, kebutuhan biologisnya untuk menyangkal mengakui kematiannya sendiri. Teror kematian, yang begitu dahsyat dan membuat manusia kewalahan membuat kita bersekongkol untuk menyembunyikannya. Caranya, dengan menciptakan sistem kepahlawanan yang memungkinkan kita untuk percaya bahwa kita bisa melampaui kematian dengan berpartisipasi dalam sesuatu yang bernilai abadi.
Di sisi lain, Becker juga mengungkap, sistem kepahlawanan itu selalu bersifat paradoksal—proyek heroik yang bertujuan untuk menghancurkan kejahatan justru malah membawa lebih banyak kejahatan ke dunia. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Becker memberi kita cara baru untuk memahami bagaimana manusia menciptakan begitu banyak kejahatan—perang, pemusnahan etnis, dan genosida.
Ernest Becker adalah doktor antropologi. Dia dianggap nyeleneh karena penelitian doktoralnya membandingkan praktik Buddhisme Zen dan psikoanalisis, dua hal yang pada zamannya berseberangan. Dia mengecam psikiatri sebagai sebentuk fasisme; pendekatannya menerabas batas disiplin ilmu—menggunakan karya Shakespeare untuk mengajar psikologi, buku psikologi untuk mengajar antropologi, data antropologi untuk menerangkan sesuatu di bidang sosiologi.
***
The Denial of Death adalah perpaduan antara pemikiran yang brilian dan teori yang mungkin selama ini kita rasa sangat kompleks. Buku ini dipenuhi dengan gagasan-gagasan cerdas yang lebih menarik secara filosofis daripada ilmiah.
Becker mencoba menggali kondisi manusia dan masalah-masalah yang terkait dengannya dengan menambahkan pandangan baru tentang konsep-konsep utama dalam psikoanalisis, seperti yang dipopulerkan oleh Freud, Otto, Jung, dan bahkan Kierkegaard.
Premis utama buku ini adalah melihat manusia sebagai makhluk yang terjebak dalam konflik batin antara dua sisi dirinya: sisi mental yang tak terbatas (pikiran) dan sisi fisik yang terbatas (tubuh).
Becker memperkenalkan ide dasar bahwa manusia memiliki empat ciri khas yang membedakannya. Pertama, kita mampu merenungkan kematian kita—kita memikirkan dan seringkali mencoba untuk menyangkal kenyataan ini.
Kedua, kita memiliki kemampuan untuk menciptakan realitas simbolik dalam pikiran dan tindakan kita.
Ketiga, kita kemudian memproyeksikan dan mempertahankan realitas simbolik ini, menciptakan sistem-sistem yang akan bertahan lebih lama—secara harfiah "melampaui" kematian fisik kita; kita ingin secara simbolik hidup selamanya, dan beberapa dari kita berhasil melakukannya.
Keempat, melalui proyeksi dan transferensi, kita mentransformasikan pengalaman dan pemahaman kita, membentuk cara kita berinteraksi dengan dunia dan warisan kita. Keempat poin ini membangun gambaran bagaimana kita sebagai manusia berusaha mengatasi keterbatasan fisik kita dan mencari makna yang lebih besar dalam hidup kita.
Buku ini berusaha menjelaskan bagaimana manusia sering kali merasa tertekan oleh ketegangan ini—antara keinginan untuk mencapai sesuatu yang lebih besar dan kekuatan fisik yang terbatas. Konflik ini adalah inti dari banyak masalah yang kita hadapi dalam hidup, dari rasa takut akan kematian hingga pencarian makna hidup yang mendalam. Becker mengeksplorasi bagaimana perjuangan antara pikiran dan tubuh ini mempengaruhi cara kita hidup, berpikir, dan menghadapi dunia di sekitar kita.
Di dalam buku ini, ada upaya untuk menghidupkan kembali teori Freud dengan cara mendefinisikan ulang beberapa konsep, tetapi pada saat yang sama, mencoba menjauh dari pengaruhnya. Hasilnya adalah bacaan yang menghadirkan refleksi mendalam. Bisa dibilang buku ini bukan bacaan yang bisa dicerna dengan cepat bagi semua orang. Kita perlu meluangkan waktu dan membacanya pelan-pelan.
Buku ini membawa kita sebagai pembaca dalam perjalanan yang penuh kejutan—kadang mengagumkan, kadang membingungkan. Ada bagian yang membuka mata dengan pemikiran tajam, tetapi ada juga yang terasa terlalu rumit atau spekulatif.
Buku ini mungkin bisa membuatmu terkagum-kagum sekaligus mengernyitkan dahi. Terlepas dari itu, The Denial of Death tetap menjadi karya yang menarik dan penting, baik sebagai refleksi mendalam tentang kehidupan maupun sebagai tantangan bagi cara berpikir kita selama ini khususnya terkait kematian. Bersiaplah untuk menikmati perjalanan berpikir yang penuh refleksi melalui karya klasik ini.