Tembok Hijau China di Gurun Taklimakan: Ambisi Besar yang Sisakan Masalah Ekologis

5 hours ago 4

loading...

Proyek ambisius Tembok Hijau China di Gurun Taklimakan dilaporkan menimbulkan kerusakan ekologis, termasuk memperparah kelangkaan air dan mengancam keanekaragaman hayati. Foto/via Global Times

JAKARTA - Proyek ambisius Tembok Hijau di Gurun Taklimakan, yang merupakan bagian dari upaya penghijauan skala besar di China, selama ini dipuji sebagai solusi terhadap masalah penggurunan.

Namun, mengutip dari PML Daily, Minggu (4/5/2025), laporan terbaru menunjukkan bahwa inisiatif ini justru menimbulkan kerusakan ekologis yang tak diinginkan, memperparah kelangkaan air, dan mengancam keanekaragaman hayati, alih-alih mencapai tujuan semula.

Gurun Taklimakan—sering disebut “Lautan Kematian”—adalah gurun terbesar di China dengan luas sekitar 337.600 kilometer persegi. Untuk memerangi penggurunan, pemerintah China meluncurkan Three-North Shelterbelt Forest Program pada tahun 1978, dengan target membangun sabuk hijau pelindung di utara China.

Proyek yang dijadwalkan selesai pada 2050 ini telah menghasilkan jutaan pohon dan sabuk hijau pemblokir pasir sepanjang 3.046 kilometer.

Baca Juga: China Diduga Berupaya Bungkam Kritik atas Kerusakan Lingkungan di Tibet

Meski skalanya mengesankan, kekhawatiran mulai muncul terkait keberlanjutan jangka panjang proyek ini. Strategi penghijauan yang agresif menyebabkan degradasi tanah, penyusutan cadangan air tanah, dan hilangnya keanekaragaman hayati lokal.

Para ahli menilai bahwa Partai Komunis China (CCP) lebih menekankan perluasan cepat ketimbang keseimbangan ekologi, yang justru memunculkan dampak negatif terhadap lingkungan.

Proses Desertifikasi

Salah satu masalah paling mendesak adalah penyusutan sumber air. Gurun Taklimakan merupakan wilayah kering dengan cadangan air yang sangat terbatas, sedangkan penghijauan besar-besaran membutuhkan irigasi intensif.

Sejumlah laporan menunjukkan bahwa permukaan air tanah menurun drastis, mengancam ekosistem dan permukiman warga.

Di Kabupaten Yutian, Prefektur Hotan, desertifikasi terus berlangsung dengan kecepatan 2–5 meter per tahun. Meski penghijauan telah menciptakan kawasan oasis buatan, kompetisi untuk mendapatkan air juga meningkat, menyebabkan kelangkaan air bagi komunitas sekitar.

Read Entire Article
Prestasi | | | |