Fimela.com, Jakarta Kita sering mendengar nasihat seperti “Jangan sedih, tetap semangat!” atau “Lihat sisi baiknya saja” saat menghadapi masalah. Sekilas, kata-kata ini terdengar mendukung dan memberikan motivasi. Namun, jika terus-menerus dipaksakan tanpa memberi ruang bagi emosi negatif, ini bisa menjadi tanda toxic positivity.
Toxic positivity adalah keyakinan bahwa seseorang harus selalu berpikir positif dan mengabaikan atau menekan emosi negatif. Alih-alih membantu, pola pikir ini justru dapat merugikan kesehatan mental karena tidak memberi ruang bagi seseorang untuk memproses perasaan mereka dengan sehat.
Apa Itu Toxic Positivity?
Toxic positivity adalah anggapan bahwa satu-satunya emosi yang boleh dirasakan adalah kebahagiaan atau optimisme, sementara emosi negatif dianggap sebagai sesuatu yang buruk dan harus ditekan. Padahal, merasa sedih, marah, kecewa, atau frustasi adalah bagian alami dari kehidupan.
Kenapa Toxic Positivity Berbahaya?
Menekan Emosi Negatif
Bukannya mengatasi masalah, kita justru menyembunyikan perasaan sebenarnya. Lama-kelamaan, ini bisa menumpuk dan berujung pada stres atau burnout.
Membuat Seseorang Merasa Bersalah atas Emosinya
Jika seseorang terus-menerus dipaksa untuk “bahagia,” mereka bisa merasa bersalah saat mengalami kesedihan atau kekecewaan, seolah-olah itu adalah kesalahan mereka.
Menghambat Hubungan Sosial
Saat seseorang tidak merasa didengar atau dimengerti, mereka bisa menarik diri dan merasa sendirian dalam menghadapi masalahnya.
Bagaimana Menghindari Toxic Positivity?
Izinkan Diri untuk Merasakan Emosi Negatif
Tidak apa-apa merasa sedih, marah, atau kecewa. Semua emosi itu valid dan bagian dari pengalaman manusia.
Berempati
Daripada mengatakan “Jangan sedih”, coba katakan “Aku mengerti kalau ini sulit buat kamu. Aku di sini kalau kamu butuh seseorang untuk mendengar.”
Temukan Keseimbangan antara Berpikir Positif dan Realitas
Optimisme tetap penting, tetapi tidak boleh mengabaikan kenyataan yang ada.
Toxic positivity bisa terjadi tanpa disadari, tetapi penting untuk mengenali dampaknya dan menghindarinya. Alih-alih memaksa diri untuk selalu berpikir positif, berikan ruang bagi semua emosi, baik yang menyenangkan maupun yang sulit. Dengan menerima emosi dengan sehat, kita bisa lebih memahami diri sendiri dan menjalani hidup dengan lebih autentik.
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.