Kebaya Harus Distandardisasi

1 week ago 12

loading...

Enam perempuan berkebaya mendatangi markas Unesco di Paris, Prancis. Foto/Krisna Diantha/SindoNews

PARIS - Ada pemandangan tidak biasa di 7 Pl. de Fontenoy-Unesco, 75007 Paris, Perancis, Rabu (5/3/2025). Enam perempuan berkebaya mendatangi lokasi yang menjadi markas Unesco itu.

Bukan untuk mengikuti karnaval pengusir musim dingin, sebagaimana yang kini marak di Eropa. Namun, lebih untuk melanjutkan perjuangan pelestarian kebaya, warisan budaya tidak benda itu yang baru saja dinobatkan Unesco.

“Kami ingin menjaga agar Kebaya, yang baru saja disahkan Unesco sebagai warisan budaya bukan benda, tetap lestari,“ tutur Christiana Streiff, ketua Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI), ketika dihubungi Sindonews, Kamis (6/3/2025).

Meskipun sudah mendapatkan pengakuan Unesco, lembaga PBB yang mengurusi pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan itu, imbuh Christiana, pihaknya harus tetap menjaga kesinambungan pelestarian budaya.

“Kalau tidak, lambat laun bisa hilang status itu,“ ujar wanita yang kini menetap di Zurich, Swiss ini.

PBI cabang Eropa, yang saat itu diwakili Swiss, Perancis, Irlandia, Irlandia Utara dan Skotlandia, diterima Satrya Wibawa, wakil tetap Indonesia di Unesco.

Satrya, wakil Indonesia di Unesco, berdiskusi dengan enam pelopor pemakaian kebaya di Eropa itu.

“Kami melihat pentingnya standarisasi, bagaimana kebaya di Tanah Air dirumuskan,“ imbuh Christiana. Jika tidak, maka pakem kebaya akan menjalar kemana mana.

“Dengan standarisasi, ada pedoman yang jelas tentang apa yang dianggap sebagai kebaya, apa yang bukan kebaya, sehingga warisan budaya ini tidak mengalami distorsi atau kehilangan esensinya,“ papar dia.

Kendati demikian, masih menurut Christiana, standarisasi harus dilakukan dengan bijak agar tidak membatasi kreativitas atau mengecilkan keberagaman kebaya di berbagai daerah.

Read Entire Article
Prestasi | | | |