Mental load, seperti yang dikutip dari laman uclahealth.org, adalah pekerjaan kognitif dan emosional yang dilakukan tanpa henti: mengingat jadwal imunisasi anak, memastikan stok bahan makanan, mencatat ulang tahun teman, hingga memikirkan solusi saat pasangan tampak murung. Semua ini berjalan di kepala tanpa henti, bahkan saat tubuh sedang beristirahat.
Para ahli di University of Melbourne menyebut mental load sebagai beban yang tak berbatas, tidak terlihat, dan tidak pernah selesai. Kondisi ini bisa menyusup di waktu kerja, mengganggu saat bersantai, bahkan membangunkan kita di tengah malam dengan seribu pikiran kecil yang belum sempat dibereskan.
Perempuan single juga dapat merasakan beban mental (mental load), meskipun mungkin seringkali pandangan umum hanya mengaitkannya dengan perempuan yang sudah menikah atau memiliki anak. Memang, mental load sering kali dikaitkan dengan pengelolaan rumah tangga dan keluarga, namun realitanya, beban ini tidak terbatas pada mereka yang sudah berkeluarga.
Mental load pada perempuan single bisa terjadi karena berbagai alasan yang mungkin tidak terlihat jelas, namun cukup berat. Misalnya, sebagai perempuan yang hidup sendiri, mereka harus mengatur segala hal sendiri mulai dari pekerjaan, keuangan, hingga keseimbangan hidup pribadi dan sosial. Tidak ada partner untuk berbagi tanggung jawab, sehingga semua keputusan dan rencana harus dipikirkan dan dijalankan sendiri. Tanggung jawab ini sering kali mencakup perawatan diri, perencanaan masa depan, hingga memastikan kesejahteraan emosional dan fisik tetap terjaga.
Beban mental pada perempuan single juga bisa datang dalam bentuk manajemen waktu yang padat. Misalnya, perempuan yang bekerja penuh waktu, harus tetap menjaga hubungan dengan keluarga, teman, dan kolega, serta menyisihkan waktu untuk diri sendiri—semuanya harus direncanakan dengan sangat hati-hati. Kelelahan mental ini bisa terasa sangat besar, terutama karena tidak ada seseorang yang secara aktif membantu menyeimbangkan beban tersebut.
Di sisi lain, perempuan single juga sering menghadapi tekanan sosial dan ekspektasi dari lingkungan sekitar, yang terkadang menambah beban mental. Misalnya, pertanyaan tentang kapan akan menikah, apakah mereka merasa kesepian, atau bagaimana mereka mengatur kehidupan pribadi. Semua ini bisa memperburuk perasaan stres dan menambah lapisan mental load yang tersembunyi.
Mental load bukan hanya soal pekerjaan rumah atau pengasuhan anak, tetapi juga tentang tanggung jawab yang diambil, baik dalam keluarga, pekerjaan, atau bahkan dalam menjaga keseimbangan emosional yang sehat. Perempuan single juga berhak untuk merasakan beban ini, dan penting untuk kita menyadari bahwa mereka juga membutuhkan dukungan untuk menjaga kesejahteraan mental dan emosional mereka.
Begitu banyak aspek dalam hidup yang harus dikelola seorang perempuan, baik yang sudah berkeluarga maupun yang masih single. Menyadari hal ini penting untuk memberikan empati, dukungan, dan ruang bagi mereka agar bisa berbagi beban dan merasa lebih dihargai dalam kehidupan sehari-hari.