loading...
Pengakuan Ulf Kristersson telah membuka kotak Pandora. Ia mungkin menjadi pemimpin dunia pertama yang secara terbuka merekrut AI. Foto: ist
STOCKHOLM - Di sebuah kantor yang menjadi pusat pengambilan keputusan sebuah negara maju, sang pemimpin tidak hanya berdiskusi dengan para penasihat manusianya. Ia membuka laptop, mengetik sebuah pertanyaan kompleks tentang kebijakan luar negeri, dan menunggu jawaban dari "penasihat" barunya yang tak kasat mata: sebuah program kecerdasan buatan.
Ini bukan adegan dari film fiksi ilmiah. Ini adalah realita di Swedia. Perdana Menteri Ulf Kristersson, yang memimpin sejak 2022, secara terbuka mengakui bahwa ia secara rutin menggunakan ChatGPT dan layanan AI asal Prancis, Le Chat, untuk membantunya menjalankan tugas-tugas kenegaraan. Sebuah pengakuan yang sontak menyulut perdebatan sengit di seluruh dunia.
Alasan di Balik Langkah Kontroversial
Bagi Kristersson, menggunakan AI bukanlah jalan pintas, melainkan sebuah cara untuk memperluas wawasan. Ia melihat AI sebagai sparring partner intelektual, sebuah alat untuk menguji ide dan menantang asumsi yang ada sebelum mengambil keputusan penting.
"Saya sering menggunakan AI untuk memperoleh perspektif lain dan mempertimbangkan berbagai kemungkinan," ungkap Kristersson dalam sebuah wawancara dengan harian bisnis Dagens industri. "Apa yang telah dilakukan orang lain dalam situasi serupa? Apakah kita harus melakukan pendekatan yang berbeda?"
Ia bahkan mengungkapkan bahwa rekan-rekan kerjanya pun sudah mulai memanfaatkan AI untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari. Baginya, ini adalah sebuah langkah logis di era digital, sama seperti seorang dokter yang mencari opini kedua untuk sebuah kasus yang rumit.
Alarm Darurat dari Para Ahli
Namun, langkah perintis ini sontak menyalakan alarm darurat di kalangan pakar teknologi dan kritikus. Gagasan bahwa kebijakan sebuah negara bisa dipengaruhi oleh algoritma komersial dianggap sebagai sebuah preseden yang berbahaya.