Fimela.com, Jakarta Bayangkan sebuah lapangan tenis klasik yang tiba-tiba berubah menjadi galeri tekstil raksasa. Di sana, 93 karpet antik dan vintage menutupi seluruh permukaan, membentuk mosaik warna-warni yang memukau mata, seperti wine red, indigo, golden ochre, emerald, dan dusty cream berpadu harmonis dengan tekstur tenunan yang terlihat jelas dari kejauhan. Ini bukan sekadar setting kampanye, melainkan Court of Carpets. Sebuah proyek spektakuler yang diluncurkan oleh Jaipur Rugs untuk merayakan warisan kerajinan tekstil India dan menempatkan pengrajin tradisional di panggung global.
Lapangan tenis ini bukan sekadar alas permainan melainkan kurasi warisan budaya yang matang. Di pusat lapangan, terhampar karpet Persia antik yang menjadi titik fokus visual, menegaskan nuansa aristokrat dan sejarah panjang seni tekstil. Di sisi-sisi lapangan, Bakhtiar runners vintage membingkai area bermain, membentuk batas alami sekaligus estetis. Karpet-karpet lain menampilkan ragam motif dari flora hingga geometris, setiap motif memancarkan cerita, filosofi, dan simbol yang telah diwariskan selama puluhan hingga ratusan tahun.
Karpet-karpet ini bukan barang baru. Mereka adalah karpet antik yang dipilih dengan cermat dari koleksi Jaipur Rugs sendiri, sebagian dibuat di Rajasthan oleh pengrajin hand-knotted. Pilihan karpet antik bukan hanya soal umur, tetapi soal karakter visual, warna yang telah menua dengan anggun, dan patina yang menambah kedalaman artistik. Bahkan ujung-ujung putih karpet digunakan sebagai garis servis, sentuhan kreatif yang menggabungkan fungsi dan estetika secara harmonis.
Estetika yang Menghipnotis
Keindahan Court of Carpets terletak pada detail yang sulit ditangkap oleh lensa biasa. Tekstur tenunan, setiap benang wol dan sutra, menciptakan kontras dramatis dengan peralatan tenis modern dan bahkan gerakan atlet di atasnya. Palet warna yang kaya, dikombinasikan dengan motif kompleks, menjadikan lapangan ini hampir seperti kanvas hidup: di setiap langkah pemain, ada cerita tentang seni, tradisi, dan ketelitian tangan manusia.
Susunan karpet yang tidak sepenuhnya simetris justru menambah estetika “organized chaos,” efek visual yang kerap ditemui dalam pameran seni kontemporer. Keindahan visual ini bukan sekadar dekoratif, namun juga membangun pengalaman menonton yang memukau, baik bagi penonton kampanye langsung maupun audiens digital yang menyaksikan melalui foto dan video yang viral di media sosial.
Menata 93 karpet antik di satu lapangan tenis bukanlah pekerjaan mudah. Setiap karpet memiliki ukuran, motif, dan tekstur yang berbeda. Tantangan utama adalah menyusun mereka agar terlihat harmonis, tidak hanya secara visual tetapi juga secara praktis. Pemain harus bisa bergerak tanpa merusak karpet atau mengganggu jalannya permainan. Dalam hal ini, Court of Carpets lebih menyerupai site-specific textile installation di museum seni modern ketimbang lapangan tenis biasa.
Di samping itu, seluruh komposisi disusun untuk menciptakan titik fokus visual, memandu mata penonton dari karpet pusat ke runner di tepi lapangan, kemudian ke detail fringe yang menjadi garis servis. Ini adalah bentuk storytelling visual yang memadukan seni, olahraga, dan budaya dalam satu panggung.
Warisan yang Hidup di Era Modern
Keunikan kampanye ini bukan hanya soal karpet, tetapi juga pemainnya. Empat perempuan pengrajin dari desa Manpura, yakni Annu Kumari, Payal Kumari, Lalita Kumari, dan Shrimati Poonam Devi, dilatih tenis untuk bertanding melawan Rohan Bopanna, pemain profesional India. Ini adalah simbol yang kuat. Tangan yang biasanya menenun benang kini memegang raket, menunjukkan bagaimana keterampilan tradisional dapat muncul dalam konteks kontemporer yang penuh dinamika.
Setiap gerakan di atas lapangan bukan sekadar olahraga; ia adalah metafora untuk keberanian, kreativitas, dan penghargaan terhadap warisan budaya. Kemenangan simbolis pengrajin atas satu poin menjadi momen penting dalam narasi kampanye: penghargaan terhadap kerajinan tangan bukan hanya di atas karpet, tetapi juga dalam perhatian global terhadap budaya India.
Court of Carpets mengubah paradigma tentang bagaimana warisan budaya dapat dipresentasikan. Karpet antik, yang biasanya dipajang di rumah bangsawan atau museum, kini hadir di arena olahraga, menjadi bagian dari pengalaman visual yang dinamis dan interaktif. Ini adalah bentuk art-sport fusion, di mana seni tekstil tradisional dan olahraga modern saling melengkapi, menghasilkan estetika yang baru dan segar.
Dari perspektif branding, Jaipur Rugs berhasil menunjukkan bahwa heritage craft tidak harus “dikurung” dalam galeri; ia dapat hadir di panggung global dengan cara yang relevan, inspiratif, dan sangat visual. Kampanye ini memadukan craftsmanship, storytelling, dan estetika visual menjadi satu kesatuan yang memikat, sekaligus mengangkat posisi pengrajin sebagai bagian penting dari narasi
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5419429/original/097337900_1763695412-SnapInsta.to_523941059_18524566183020142_1886470948445442720_n.jpg)
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5419430/original/055259100_1763695413-SnapInsta.to_523930353_18524566192020142_1370665555460579829_n.jpg)














































