loading...
Rise Ashqinayah, Mahasiswi Hubungan Internasional President University. Foto/Dok. SindoNews
Rise Ashqinayah
Mahasiswi Hubungan Internasional
President University
DI TENGAH gempuran arus globalisasi digital, rasanya nama ASEAN semakin samar didengar di kalangan generasi muda. Bahkan sekretaris jenderal ASEAN pun tak sepopuler nama idol K-pop atau aktivis lingkungan muda. Padahal ASEAN dibangun dengan semangat negara kawasan Asia Tenggara yang sampai saat ini masih organisasi regional yang memastikan kawasan tetap aman, stabil, dan sejahtera.
ASEAN didirikan pada tahun 1967 di Bangkok, Thailand. Indonesia mengambil peran penting dalam berdirinya ASEAN bersama dengan Malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand. ASEAN juga menjadi wadah penting bagi Indonesia dalam hal regional mulai dari keamanan hingga integrasi ekonomi.
Melalui ASEAN Indonesia menjadi sentral dalam hal stabilitas politik dan diplomasi Asia Tenggara. Namun di luar konteks diplomasi Indonesia pada kawasan Asia Tenggara, gaung ASEAN pada generasi muda hanya dikenal sebatas materi pada mata pelajaran, bukan sebagai organisasi atau identitas yang melekat pada kehidupan mereka.
Keterputusan ini menjadikan jarak bagi idealisme dan realitas sosial pada Gen Z. Bagi sebagian besar generasi muda, kehadiran ASEAN kurang hadir dalam kehidupan mereka, isu yang dianggap penting bagi organisasi seperti integrasi ekonomi atau stabilitas politik saja.
Isu yang ASEAN angkat rasanya seperti jauh dengan realitas yang mereka hadapi seperti lapangan kerja, kebebasan berekspresi dan perubahan iklim. Sementara itu, komunikasi yang dilakukan oleh ASEAN masih bersifat kaku maupun birokratis sehingga sulit menjangkau dinamika interaksi generasi muda.















































