loading...
BRICS terus menunjukkan penetrasi pasar yang agresif di Amerika Serikat. FOTO/Russia Pivot to Asia
JAKARTA - BRICS terus menunjukkan penetrasi pasar yang agresif di Amerika Serikat (AS), meskipun menghadapi tantangan berat berupa kenaikan tarif yang diberlakukan Presiden Donald Trump. Secara tegas berupaya mempertahankan akses ke pasar AS, sementara di saat yang sama memprioritaskan misi dedolarisasi atau mengurangi ketergantungan pada mata uang dolar AS.
Langkah tarif yang diambil AS secara ironis justru memperkuat persatuan di antara anggota BRICS. Tarif agresif ini menargetkan negara-negara BRICS dengan kenaikan yang belum pernah terjadi sebelumnya. India menghadapi kenaikan tarif hingga dua kali lipat menjadi 50 persen dan Brasil dikenakan tarif 50 persen.
Menanggapi tekanan ini, para pemimpin BRICS telah meningkatkan koordinasi. Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Brazil Luiz Inácio Lula da Silva telah berkoordinasi dengan Perdana Menteri India Narendra Modi untuk merumuskan respons bersama.
Kunjungan Modi ke China untuk Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) menandai kunjungan pertamanya dalam tujuh tahun. Hal ini menunjukkan ancaman tarif AS justru mempererat kerja sama BRICS di pasar AS.
"Menggunakan tarif sebagai senjata untuk menekan negara lain melanggar Piagam PBB, merusak aturan WTO, dan baik tidak populer maupun tidak berkelanjutan," ujar Menteri Luar Negeri China Wang Yi dikutip dari Watcher Guru, Rabu (3/9).
Baca Juga: India Incar Transaksi Rp1.600 Triliun Tanpa Dolar AS dengan BRICS