Hukuman Najib Razak: Preseden Regional dan Refleksi Negara Hukum

3 hours ago 8

loading...

Firman Tendry Masengi, Advokat/Direktur Eksekutif RECHT Institute (Research and Education Center for Humanitarian Transparency Law). Foto/Dok. SindoNews

Firman Tendry Masengi
Advokat/Direktur Eksekutif RECHT Institute
(Research and Education Center for Humanitarian Transparency Law)

PUTUSAN pengadilan Malaysia pada penghujung Desember 2025 yang menjatuhkan tambahan hukuman pidana kepada mantan Perdana Menteri Najib Razak merupakan peristiwa penting dalam lanskap penegakan hukum Asia Tenggara. Putusan tersebut bukan semata-mata akhir dari sebuah perkara korupsi berskala besar, melainkan preseden regional yang menegaskan bekerjanya prinsip akuntabilitas dan transparansi kekuasaan dalam negara hukum modern.

Preseden ini relevan dibaca secara reflektif di Indonesia, bukan dalam kerangka analogi pidana langsung, melainkan sebagai pengingat bahwa kebijakan negara—termasuk kebijakan strategis—tidak pernah sepenuhnya berada di luar jangkauan evaluasi hukum. Dalam perspektif konstitusional, setiap penggunaan kewenangan publik selalu tunduk pada prinsip pertanggungjawaban, baik secara politik, administratif, maupun hukum.

Korupsi Sistemik dan Penyimpangan Fungsi Kebijakan Negara
Kasus Najib Razak mencerminkan bentuk ekstrem dari korupsi sistemik, ketika kebijakan negara secara sadar digunakan sebagai instrumen untuk menutupi kejahatan finansial personal. Dalam skandal 1MDB, kebijakan fiskal, proyek infrastruktur, dan relasi geopolitik tidak lagi berfungsi sebagai sarana pencapaian kepentingan umum, melainkan direduksi menjadi alat legitimasi dan kamuflase penjarahan dana publik.

Pengalaman Malaysia menunjukkan bahwa kerusakan tata kelola hukum yang bersifat sistemik—meliputi pelemahan lembaga audit, intervensi terhadap penegak hukum, dan politisasi proses peradilan—dapat berlangsung dalam waktu lama. Namun, pengalaman yang sama juga memperlihatkan bahwa akuntabilitas hukum tidak pernah sepenuhnya hilang. Ia hanya tertunda hingga konfigurasi politik memungkinkan hukum bekerja secara independen.

Read Entire Article
Prestasi | | | |