loading...
Debora Basaria, M.Psi., Psi, Sekretaris Program Studi Sarjana Psikologi Universitas Tarumanagara (Untar). Foto/Istimewa
Debora Basaria, M.Psi., Psi,
Psikolog,Sekretaris Program Studi Sarjana Psikologi Universitas Tarumanagara (Untar)
MASA remaja sering dikatakan sebagai masa transisi seorang anak menjadi dewasa. Pada masa ini, seseorang dihadapkan pada pilihan dan pengambilan sikap yang terkadang berdampak besar dalam hidupnya.
Seorang remaja tidak jarang mengalami tantangan dalam menghadapi kondisi tersebut. Misalkan seperti kondisi di mana ia bingung menentukan ke mana ia harus melanjutkan studi karena belum yakin dengan pilihan kariernya kelak.
Tantangan yang dihadapi bisa juga berujung pada keputusan respons yang kurang baik, seperti perilaku agresi dan beberapa hal negatif lainnya. Hal ini bisa terus berlanjut sampai remaja memasuki usia dewasa.
Namun, anak-anak atau individu yang memiliki identitas diri yang baik biasanya dapat menghadapi masalah yang timbul dengan cara yang lebih positif. Remaja sangat membutuhkan identitas diri yang positif sebagai dasar pengambilan keputusan atau tindakan. Sehingga dalam proses belajar menentukan pilihan, seorang remaja tidak melakukan tindakan menyimpang.
Identitas diri juga merupakan awal pembentukan jati diri. Jati diri adalah konsep kepribadian yang diperkenalkan oleh salah satu tokoh dalam Psikologi bernama Erik Erikson. Sepanjang hidup seseorang, jati diri akan terus berkembang dari kecil sampai menginjak usia dewasa.
Orang dewasa yang memiliki jati diri yang matang biasanya mampu memahami keyakinan, tujuan, dan bagaimana ia menempatkan diri di masyarakat. Layaknya kompas kehidupan, seseorang tanpa jati diri yang kuat bisa hilang arah ketika menghadapi rintangan hidup yang berat.