loading...
Sikap lebih lunak mencerminkan ketakutan negara-negara BRICS terhadap kebijakan konfrontatif Trump. FOTO/Asia Times
JAKARTA - Aliansi BRICS sebelumnya tampil agresif dalam menantang dominasi dolar AS, terutama setelah Washington menjatuhkan sanksi terhadap Rusia pada 2022. Upaya mencabut hegemoni dolar melalui penggunaan mata uang lokal dan rencana pembentukan mata uang bersama sempat menjadi fokus utama kelompok ekonomi tersebut. Dorongan itu bahkan menguat ketika dedolarisasi menjadi arus besar di sejumlah negara berkembang.
Momentum itu mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Biden, ketika negara-negara BRICS merasa memiliki ruang untuk menyuarakan kepentingannya kepada Barat. Namun situasi berubah setelah Donald Trump kembali ke Gedung Putih. Kekhawatiran terhadap potensi kebijakan tarif tambahan membuat retorika antidosis dolar yang sebelumnya lantang kini meredup, dan BRICS terlihat lebih hati-hati.
India menjadi negara pertama yang mengambil langkah berbeda dengan kembali merapat ke Washington dan menegaskan penolakannya terhadap dedolarisasi. Mereka bahkan menyangsikan kelayakan pembentukan mata uang BRICS. "Bayangkan berbagi mata uang dengan China," ujar Menteri Perdagangan dan Industri India Piyush Goyal dikutip dari Watcher Guru, Selasa (1/12/2025).
Baca Juga: Tinggalkan Dolar AS, Ekspor Daging Babi Rusia ke China Tembus 80.000 Ton















































