Fimela.com, Jakarta Sahabat Fimela, apakah kamu pernah memerhatikan produk untuk perempuan sering kali dibanderol lebih mahal dibandingkan dengan produk serupa untuk pria? Misalnya, alat cukur berwarna pink bisa dijual dengan harga lebih tinggi daripada alat cukur biru yang fungsinya sama persis.
Fenomena perbedaan harga produk berdasarkan gender sebenarnya sudah ada sejak lama. Namun, istilah pink tax mulai populer sekitar tahun 1990-an di Amerika Serikat. Warna pink dipakai sebagai simbol karena erat dikaitkan dengan perempuan dan produk-produk yang ditargetkan khusus untuk pasar perempuan.
Awal Mula Pink Tax
Awal mula pink tax ini berdasarkan laporan yang dibuat oleh Departemen Urusan Konsumen California merilis laporan berjudul “The Study of Gender-Based Price Disparity in Services”, pada tahun 1992.
Laporan ini menemukan bahwa perempuan di California membayar rata-rata $1.351 lebih mahal per tahun untuk produk dan layanan yang sebenarnya setara dengan milik pria, mulai dari dry cleaning, potong rambut, hingga pakaian.
Dan tahun 2025, New York City Department of Consumer Affairs (DCA) membuat laporan “From Cradle to Cane: The Cost of Being a Female Consumer” memperkuat bukti adanya pink tax. Studi ini meneliti sekitar 800 produk serupa untuk pria dan wanita, lalu menemukan bahwa produk untuk perempuan harganya 7% lebih mahal.
Contoh Nyata dari Fenomena Pink Tax
Fenomena pink tax ternyata bisa kita temukan dengan mudah dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, pada alat cukur (razor). Razor khusus perempuan yang biasanya berwarna pink kerap dijual dengan harga lebih mahal dibandingkan razor pria yang berwarna biru atau hitam. Padahal, jumlah bilahnya sama dan fungsinya pun identik, hanya berbeda desain dan warna.
Contoh lain ada pada produk perawatan tubuh seperti shampoo dan sabun. Produk dengan label “khusus wanita” sering dikemas dengan aroma bunga atau buah, tetapi harganya justru lebih tinggi daripada produk “khusus pria” yang umumnya beraroma lebih netral. Padahal dari segi kualitas, keduanya tidak jauh berbeda.
Fenomena ini juga terlihat dalam kategori pakaian anak-anak. Baju atau sepatu untuk anak perempuan sering kali dibanderol lebih mahal dibandingkan model serupa untuk anak laki-laki, meskipun bahan dan kualitasnya sama. Seolah-olah warna pink, motif bunga, atau tambahan pita kecil sudah cukup untuk menaikkan harga.
Semua contoh ini menunjukkan bahwa pink tax bukan sekadar isu teori, melainkan praktik nyata yang membuat perempuan harus membayar lebih mahal hanya karena label “untuk wanita”.
Alasan Pink Terjadi
Munculnya pink tax bukan tanpa alasan, salah satunya berkaitan dengan strategi pemasaran. Perusahaan tahu betul bahwa perempuan cenderung lebih sering membeli produk perawatan diri, kosmetik, hingga fesyen. Kesadaran inilah yang dimanfaatkan untuk memasang harga lebih tinggi pada produk “khusus wanita”, karena dianggap pasar akan tetap membelinya.
Selain itu, produsen kerap beralasan adanya perbedaan desain. Misalnya, kemasan produk perempuan dibuat lebih berwarna, beraroma manis, atau dilengkapi aksesori tambahan. Namun, kenyataannya perbedaan tersebut tidak selalu sebanding dengan kenaikan harga yang ditawarkan.
Tak bisa dipungkiri, norma sosial juga berperan besar. Perempuan sering kali dituntut untuk selalu tampil rapi, wangi, dan terawat. Tekanan sosial ini menciptakan permintaan tinggi terhadap produk-produk kecantikan dan perawatan, yang kemudian dimanfaatkan oleh industri untuk meraup keuntungan lebih.
Dengan kata lain, pink tax lahir dari kombinasi antara strategi bisnis, konstruksi sosial, dan persepsi tentang kebutuhan perempuan yang akhirnya membuat mereka membayar lebih mahal dibanding laki-laki.
Dampaknya pada Perempuan
Tanpa disadari, pink tax membuat perempuan harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk kebutuhan sehari-hari. Dalam jangka panjang, hal ini menambah beban finansial, apalagi jika dikaitkan dengan kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuan yang masih ada hingga kini.
Pink tax mengingatkan kita bahwa kesetaraan gender juga menyangkut hal-hal kecil yang sering terlewat, seperti harga produk sehari-hari. Dengan lebih kritis, kita bisa mengurangi dampaknya sekaligus mendorong industri untuk lebih adil dalam memandang konsumen perempuan.
Jadi, bagaimana menurutmu Sahabat Fimela?
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.
Lifestyle8 Desain Rumah 2 Lantai Minimalis dengan Sentuhan Elegan, Tren Hunian Impian Masa Kini
Butuh inspirasi untuk rumah idaman Anda? Berikut 8 desain rumah minimalis dua lantai dengan sentuhan modern yang elegan untuk 2025, cocok untuk keluarga.
LifestyleMingling Tour: Cara Baru Gen Z Traveling, Pergi Sendiri tapi Pulang dengan Banyak Teman
Mingling Tour menjadi tren baru traveling ala Gen Z: berangkat sendirian, pulang dengan banyak teman. Konsep ini menghadirkan pengalaman liburan yang lebih hangat, penuh koneksi, dan membangun komunitas baru.
Lifestyle7 Tanda Orang Punya Kepribadian Baik yang Hidupnya Tenang
Tujuh tanda orang dengan kepribadian baik yang membuat hidupnya tenang. Mereka menjalani hari dengan hati tulus, niat murni, dan makna yang mendalam. Temukan ciri-ciri yang bisa menginspirasi hidup lebih damai.
Lifestyle5 Zodiak yang Paling Kalem Menghadapi Gosip
Beberapa zodiak dikenal paling kalem menghadapi gosip dan tidak mudah goyah oleh omongan orang. Versi Fimela ini mengupas lima zodiak yang tetap tenang dan elegan saat jadi bahan pembicaraan.
Lifestyle7 Desain Rumah Sederhana 9x9 Gaya Klasik Modern, Inspirasi Hunian Kecil yang Cantik
Jelajahi 7 desain rumah 9x9 bergaya klasik modern yang menarik, ideal untuk lahan terbatas, menggabungkan kepraktisan dan keindahan.