Mental Cost of Living ketika Transportasi Menjadi Beban Psikologis

2 months ago 28

Fimela.com, Jakarta Bangun pagi untuk mengejar KRL karena bekerja di pusat kota menjadi pemandangan biasa untuk masyarakat pinggiran ibukota. Beban menjadi masyarakat urban begitu berat, menjadikan warganya banyak menerima beban psikologis.

Di tengah hingar-bingar kehidupan kota besar seperti Jakarta, biaya transportasi harian tak lagi sekadar urusan finansial. Ia telah menjelma menjadi beban psikologis yang kian berat dirasakan masyarakat urban.

Setiap hari, jutaan orang harus berjuang bukan hanya untuk sampai ke tempat kerja, tetapi juga untuk menjaga kewarasan di tengah mahalnya ongkos mobilitas dan tekanan sosial yang mengiringinya.

Bekasi sebagai Kota dengan Biaya Transportasi Tertinggi

Termasuk dalam lingkungan Jabodetabek, bukan berarti membuat biaya transportasi warga Bekasi menjadi lebih terjangkau. Warga Bekasi umumnya melaju ke Jakarta setiap harinya untuk bekerja. Didukung oleh transportasi yang cukup beragam tidak menjadikannya lebih terjangkau.

Data dari Kementerian Perhubungan melalui Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa Bekasi menjadi kota dengan pengeluaran transportasi tertinggi di Indonesia. Rata-rata warganya menghabiskan sekitar Rp1.918.142 per bulan, atau 14,02% dari total biaya hidup hanya untuk transportasi. Angka ini menunjukkan betapa besar porsi pengeluaran yang harus dialokasikan hanya demi bisa berpindah dari satu titik ke titik lainnya.

Masih dari data yang sama berikut adalah data tertinggi transportasi berdasar data dari Kementrian Perhubungan per bulan sebagai berikut:

  • Bogor (Rp 1.235.613 atau 12,54 %)
  • Batam (Rp 1.170.616 atau 12,84 %)
  • Makassar (Rp 1.156.528 atau 11,52 %)
  • Jayapura (Rp 1.127.984 atau 12,45 %)
  • Balikpapan (Rp 981.842 atau 11,51 %)
  • Palembang (Rp 918.485 atau 11,06 %)

Realita Kombinasi Transportasi Harian

Berada di lingkungan yang memiliki akses transportasi terjangkau ternyata bukan menjadi jaminan biaya yang dikeluarkan lebih sedikit dibanding kota lainnya. Hal ini dialami oleh warga Jabodetabek.

Sebagai warga yang sering kali harus mengandalkan kombinasi transportasi publik maupun pribadi untuk menjalani aktivitas harian, ternyata cukup menghabiskan biaya. Dengan kombinasi tersebut, pengeluaran transportasi bisa mencapai Rp50.000–Rp150.000 per hari, atau sekitar Rp1,5 juta hingga Rp4,5 juta per bulan. Angka ini bisa setara atau bahkan lebih tinggi dari biaya makan bulanan atau cicilan rumah.

Dikutip dari liputan6.com (6/8) Direktur Jenderal Integrasi Transportasi Multimoda Kementerian Perhubungan, Risal Wasal biaya mengatakan biaya yang dikeluarkan masing-masing orang berbeda-beda. Ada biaya tambahan lain selain transportasi publik yang menyumbang cukup besar.

"Orang ke kantor masih harus naik ojek, atau naik apa, menuju ke public transport-nya, dari public transport, kalau dia bawa mobil harus parkir, parkirnya mahal. Padahal naik keretanya cuma Rp 3.500. Kalau kayak gitu, itu yang kita perbaiki," ucap Risal usai diskusi media di Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Kamis (31/7/2025).

Dampak Psikologis: Lelah Sebelum Bekerja

Biaya yang tinggi hanyalah salah satu sisi cerita. Yang tak kalah penting adalah dampak psikologisnya. Banyak orang merasa lelah sebelum bekerja, bukan karena pekerjaan itu sendiri, tapi karena proses menuju tempat kerja yang panjang, melelahkan, dan mahal.

Fenomena ini sering kali menciptakan kecemasan finansial yang tersembunyi, dan berkontribusi pada burnout yang tidak disadari. Hal ini menimbulkan fenomena hidden stress yang melelahkan.

Beban psikologis akibat transportasi bukanlah hal remeh. Muncul fenomena “hidden stress”, seperti:

  • Rasa bersalah karena harus naik ojol saat dana terbatas
  • Kemarahan di jalan karena macet tak kunjung usaiKecemasan sosial saat harus berdempetan di dalam KRL
  • Ketakutan terpapar cuaca buruk saat naik motor atau berjalan kaki
  • Kejenuhan mental karena rutinitas yang melelahkan secara fisik dan emosi

Dampak nyata dari kelelahan ini bisa berimbas ke banyak hal. Mulai dari penurunan produktivitas, penurunan kualitas hidup, serta ketidakpuasan terhadap gaya hidup urban.

Langkah Pemerintah Mengurai Masalah dengan Subsidi Transportasi Umum

Pemerintah sejatinya telah melakukan sejumlah langkah untuk meredam tekanan ini, seperti pemberian subsidi tarif transportasi umum. Salah satu contohnya adalah tarif Transjakarta yang tetap Rp3.500 sejak lama, meski inflasi dan harga barang terus meningkat. Upaya ini bertujuan untuk menjaga keterjangkauan layanan publik bagi masyarakat luas.

Masih dalam keterangan yang Fimela kutip dari liputan6.com menyebutkan Kementrian Perhubungan (Kemenhub) buka-bukaan salah satu penyebab biaya transportasi mahal, termasuk di aglomerasi Jabodetabek. Ternyata, biaya awal dan akhir dari transportasi yang ternyata cukup tinggi.

Direktur Jenderal Integrasi Transportasi Multimoda Kemenhub, Risal Wasal mengungkapkan biaya awal atau first mile dan biaya akhir atau last mile cenderung lebih tinggi ketimbang biaya transportasi umum yang menunjangnya.

Pemerintah berjanji untuk mengatasi hal tersebut, masalah biaya awal dan biaya akhir yang perlu diatasi. Tak hanya itu, memperbanyak transportasi yang terintegrasi pun diupayakan pemerintah.

Transportasi kini bukan lagi sekadar soal perpindahan, tetapi juga menyangkut kesehatan mental dan kualitas hidup masyarakat urban. Di balik angka-angka pengeluaran, terdapat cerita kelelahan, kecemasan, dan perjuangan yang sering tak terdengar. 

Bagaimana, menurut Sahabat Fimela?

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

  • Ayu Puji Lestari
Read Entire Article
Prestasi | | | |