loading...
Harryanto Aryodiguno, Ph.D, Associate Professor of International Relations President University, Indonesia. Foto/Dok. SindoNews
Harryanto Aryodiguno, Ph.D
Associate Professor of International Relations
President University, Indonesia
TIGA puluh tahun lalu, pada penghujung 1995, Selat Taiwan berada dalam ketegangan yang sunyi. Tidak ada misil yang jatuh ke laut, tidak ada armada kapal induk yang mondar-mandir di perairan sekitar, dan belum ada latihan militer lintas matra berskala raksasa.
Namun justru dalam kesunyian itulah fondasi konflik hari ini mulai mengeras. Tahun 1995 bukan sekadar pendahulu krisis militer 1996, melainkan momen ketika Taiwan dan China mulai berbicara dalam bahasa politik yang berbeda—dan tidak pernah benar-benar kembali ke kamus yang sama.
Pada akhir 1995, Taiwan berada di bawah kepemimpinan Lee Teng-hui, sosok transisional yang mendorong demokratisasi internal sekaligus redefinisi identitas politik Taiwan. Sementara itu, Beijing di bawah Jiang Zemin memandang setiap pergeseran bahasa politik di Taipei sebagai ancaman eksistensial terhadap keutuhan negara. Konflik saat itu belum meledak dalam bentuk militer terbuka, tetapi telah matang secara konseptual: kedua pihak tidak lagi berbeda pendapat, melainkan berbeda cara memahami realitas politik itu sendiri.
1995: Ketika Taiwan Menjadi Subjek Politik
Bagi Taiwan pada 1995, hubungan dengan China tidak lagi sekadar soal “siapa mewakili China secara sah”, melainkan siapa yang berhak menentukan masa depan politik sebuah masyarakat. Demokratisasi—yang berpuncak pada pemilu presiden langsung pertama tahun 1996—memberikan legitimasi baru yang tidak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa kedaulatan versi Beijing.
Taiwan melihat dirinya sebagai subjek politik yang matang secara demokratis, bukan provinsi yang memberontak. Konsep “One China” masih dipertahankan secara formal, tetapi ditafsirkan secara semakin ambigu dan defensif. Di mata elite Taiwan, stabilitas tidak lagi dijaga melalui keseragaman nasional, melainkan melalui penghormatan terhadap pilihan rakyat.














































