Wabah ChatGPT di Indonesia: Berkah Produktivitas atau Awal dari Kiamat Berpikir Kritis?

7 hours ago 5

loading...

Hanya dalam kurun waktu satu tahun, penggunaan ChatGPT di Tanah Air meroket hingga tiga kali lipat. Foto: Reuters

JAKARTA - Sebuah "wabah" digital baru tengah menjangkiti Indonesia dengan kecepatan yang mengkhawatirkan. Bukan virus, melainkan kecanduan terhadap kecerdasan buatan (AI) bernama ChatGPT.

Hanya dalam kurun waktu satu tahun, penggunaannya di Tanah Air meroket hingga tiga kali lipat, sebuah ledakan yang diakui langsung oleh perusahaan penciptanya, OpenAI.

Di satu sisi, ini adalah sebuah perayaan. Generasi muda Indonesia dengan cepat mengadopsi AI sebagai alat untuk belajar dan bekerja, memicu gelombang produktivitas baru.

Namun di sisi lain, lonceng kematian bagi akal sehat mulai berdentang. Para pakar memperingatkan, jika kecanduan ini tidak dikendalikan, kita mungkin sedang menuju sebuah era "kiamat pikiran kritis", di mana manusia tak lebih dari sekadar objek dari algoritma.

Euforia Sang 'Dewa' Digital

Fakta ledakan pengguna ChatGPT di Indonesia ini diungkap blak-blakan oleh Ronnie Chatterji, Chief Economist OpenAI. "Kami melihat pertumbuhan yang sangat drastis dalam setahun terakhir dalam hal penggunaan ChatGPT dan produk OpenAI di Indonesia," ujarnya dalam sebuah forum virtual. "Penggunaannya meningkat 3 kali lipat hanya dalam kurun waktu sedikit lebih dari setahun."

Menurut Chatterji, fenomena ini didorong oleh demografi emas Indonesia: kaum muda. "Pasar ini sangat didominasi oleh anak muda. Ini adalah dunianya anak muda, dan profil demografi menunjukkan bahwa generasi muda akan memimpin perkembangan di Indonesia," kata pria yang pernah menjadi Penasihat Teknologi Gedung Putih itu.

Read Entire Article
Prestasi | | | |