loading...
Wenny Yosselina, ilustrator dan peneliti visual untuk anak berkebutuhan khusus. Foto/Tanoto Foundation.
JAKARTA - Anak-anak berkebutuhan khusus sering kali memiliki cara sendiri dalam memahami dunia di sekelilingnya. Pesan yang bagi orang lain mudah dicerna, bisa jadi membutuhkan pendekatan berbeda bagi mereka. Di sinilah bahasa visual berperan sebagai jembatan sunyi—membantu anak-anak disabilitas berkomunikasi, belajar, dan mengekspresikan diri.
Sejumlah riset menunjukkan, pendekatan visual seperti ilustrasi dan buku gambar terbukti efektif mendukung proses belajar anak-anak berkebutuhan khusus. Melalui visual, mereka dapat membangun pemahaman, menjalani terapi, hingga berinteraksi dengan lingkungannya secara lebih nyaman.
Baca juga: Cerita Uti, Angkatan Perdana Beasiswa LPDP dan Ilustrator Medis Pertama di Indonesia
Namun, kebutuhan akan media visual yang tepat masih jauh dari terpenuhi. Banyak buku untuk anak disabilitas dinilai belum benar-benar berpihak pada kebutuhan mereka.
“Sayangnya kebanyakan buku-buku untuk anak berkebutuhan khusus yang beredar sekarang, yang dibuat oleh industri atau dari pemerintah, hanya sekadarnya saja. Padahal semestinya bisa didesain dan dibuat bersama anak-anak disabilitas,” kata Wenny Yosselina, ilustrator sekaligus peneliti visual, melalui siaran pers, Kamis (18/12/2025).
Wenny aktif di Kelas Buku Anak Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Art Therapy Centre (ATC) Widyatama Bandung. Ia merancang buku visual untuk anak dengan autisme, low vision, hingga disabilitas tuli, serta terlibat dalam kolaborasi internasional Art for Goods di Singapura.
“Berdasarkan riset, mereka justru lebih mudah mengerti atau mencerna informasi melalui visual. Buku cerita anak-anak atau narasi visual pun digunakan untuk menjembatani komunikasi mereka,” ujarnya.
Menurut Wenny, anak-anak berkebutuhan khusus menyimpan banyak aset visual di pikirannya. Bahasa visual inilah yang membantu mereka memaknai bahasa verbal sehari-hari.
“Anak-anak ini sering kesulitan mengungkapkan sesuatu. Makanya kita pakai gambar, hindari terlalu banyak verbal atau tulisan, karena kemampuan visual mereka lebih kuat,” tuturnya.
Ketika Gambar Lebih Kuat dari Kata
Perjalanan Wenny mendampingi anak disabilitas dimulai sejak tugas akhir S1 di FSR ITB pada 2016. Saat magang di kursus menggambar, ia berinteraksi dengan anak-anak berusia 7–8 tahun yang berada dalam spektrum neurodivergen.














































