Guru di Era AI dan Tantangan Memanusiakan Pendidikan

5 days ago 20

loading...

Ida Farida, Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda. Foto/Istimewa

Ida Farida
Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda

PERUBAHAN teknologi selalu memengaruhi cara manusia belajar. Ketika mesin cetak hadir pada abad ke-15, para pendidik khawatir otoritas lisan akan hilang dan siswa kehilangan kedalaman belajar. Ketika komputer dan internet memasuki sekolah pada akhir abad ke-20, kekhawatiran itu muncul kembali dalam wujud baru: akankah guru tergantikan oleh layar?

Namun sejarah selalu memberikan pelajaran yang sama: teknologi memang mengubah metode, tetapi tidak pernah menggantikan kebutuhan manusia untuk belajar dari manusia lain. Setiap generasi guru selalu menemukan caranya untuk menjembatani perubahan, bukan tenggelam di dalamnya.

Kini, di era kecerdasan buatan (AI), tantangan pendidikan memasuki fase yang jauh lebih kompleks. AI bukan hanya alat bantu atau medium penyampaian informasi. Ia ikut menentukan apa yang dipelajari, bagaimana proses belajar berlangsung, bahkan bagaimana seorang siswa diprediksi akan berkembang.

Algoritme mampu memberi nilai otomatis, mempersonalisasi materi, hingga mengarahkan jalur belajar berdasarkan data riwayat siswa. Kemampuan yang dulu dianggap futuristik kini hadir dalam ruang kelas kita, tetapi keputusan yang dibuat AI sering kali tidak memahami dimensi manusiawi yang menjadi inti pendidikan.

Pengalaman Inggris pada 2020 menjadi contoh jelas. Ketika penilaian ujian digantikan model algoritmik karena pandemi, ribuan siswa kelas pekerja mengalami penurunan nilai secara drastis. Sistem yang dianggap objektif ternyata mereproduksi ketimpangan sosial yang tersimpan dalam data masa lalu.

Italia dan Belanda pernah mengalami problem serupa pada sistem deteksi “siswa berisiko”, yang ternyata bias terhadap kelompok minoritas. Kasus-kasus global ini mengingatkan bahwa AI tidak bebas nilai. Logika datanya cenderung memperkuat pola ketidakadilan yang sudah ada, bukan memperbaikinya.

Read Entire Article
Prestasi | | | |