loading...
Stok yang menumpuk memaksa produsen untuk memangkas harga besar-besaran. Foto: Xpeng
SHANGHAI - Di balik gemerlap pameran mobil di Shanghai dan rekor penjualan yang memukau dunia, industri otomotif China punya masalahnya sendiri. Yakni, perang harga yang lahir dari "tsunami" mobil tak terjual: krisis overkapasitas yang kini mengancam kesehatan finansial para raksasanya sendiri dan mengguncang pasar global.
Pemerintah China mulai waspada. Mereka berjanji untuk turun tangan, sinyal bahwa "bom waktu" ini harus segera dijinakkan sebelum meledak.
Ini adalah kisah tentang bagaimana ambisi besar, subsidi masif, dan produksi yang tak terkendali menciptakan sebuah gelembung yang kini terancam pecah.
Banjir Mobil dan Trik "Ekspor Hantu"
Pada 2024, produksi mobil di China mencapai rekor 31,4 juta unit. Namun, permintaan domestik tidak mampu menyerapnya, dengan angka penjualan masih 9,6% di bawah puncak tahun 2017.
Akibatnya, stok mobil yang tidak terjual di tingkat pabrikan dan dealer membengkak lebih dari dua kali lipat sejak 2019, mencapai nilai fantastis 370 miliar yuan (sekitar Rp831 triliun).
Untuk mengatasi banjir ini, para produsen menggunakan trik "ekspor hantu" atau zero-mileage exports: mengirim mobil-mobil baru yang belum pernah menyentuh aspal China ke luar negeri, hanya untuk membersihkan gudang dan memenuhi target penjualan.
Dari 5,86 juta mobil yang diekspor China pada 2024, lebih dari 78% adalah mobil bermesin bensin (ICE) yang pasarnya di dalam negeri telah runtuh. Ini bukan cerminan permintaan nyata, melainkan upaya putus asa untuk membuang kelebihan stok.