loading...
Judi online telah berkembang menjadi ancaman serius bagi stabilitas ekonomi nasional. Perputaran dana ilegal yang terus membesar menunjukkan negara tidak boleh lengah. Foto: Ilustrasi/Dok Sindonews
JAKARTA - Judi online telah berkembang menjadi ancaman serius bagi stabilitas ekonomi nasional. Perputaran dana ilegal yang terus membesar menunjukkan negara tidak boleh lengah meski berbagai intervensi sudah mulai menekan laju pertumbuhan industri judi online.
Direktur Jakarta Institute Agung Nugroho mengatakan, tanpa langkah terkoordinasi antarlembaga, potensi perputaran judi online pada 2024 mencapai Rp981 triliun. Namun, situasi tersebut berhasil ditekan menjadi sekitar Rp354 triliun.
Baca juga: Soroti Dampak Sosial Judi Online, PPATK: Pemerintah Perlu Bersikap Lebih Keras Berantas Judol
"Ini bukan sekadar statistik melainkan ratusan triliun rupiah yang tidak jadi menguap ke jaringan ilegal," ujar Agung, Kamis (27/11/2025).
Kolaborasi PPATK, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Bank Indonesia, OJK, dan Polri saat ini membentuk sabuk pengaman digital yang menghambat kebocoran keuangan publik.
Komdigi memegang peran penting di lini hulu lewat pemutusan akses, penapisan konten, serta penindakan iklan judi di ruang digital. "Di dunia maya, Komdigi bertindak sebagai penjaga gerbang yang menahan arus promosi dan mengganggu distribusi industri judi online," ungkapnya.
Agung mengingatkan ancaman pada 2025 justru lebih besar. Tanpa pengawasan berlapis, proyeksi perputaran dana judi online dapat menembus Rp1.200 triliun. Dengan intervensi agresif lintas lembaga, angkanya diperkirakan bisa ditekan menjadi Rp200 triliun. "Negara bisa menang jika terus menekan dari hulu hingga hilir," tegasnya.
Data OJK menunjukkan eskalasi skala persoalan nilai transaksi judi online mencapai Rp58 triliun (2021), Rp104 triliun (2022), Rp337 triliun (2023), dan Rp360 triliun (2024). Pada semester pertama 2025, transaksinya sudah menyentuh Rp100 triliun.
Jumlah transaksi juga melonjak drastis dari 44 juta transaksi pada 2021 menjadi sekitar 210 juta transaksi pada 2024. "Judi daring bekerja tanpa lelah, sementara birokrasi sering tertinggal oleh jam kerja," ujar Agung.
Selain itu, jumlah pemain judi online turut meningkat tajam, dari sekitar 4 juta pemain pada 2023, melonjak menjadi 10 juta pada 2024, dan masih tersisa sekitar 3 juta pemain aktif sepanjang enam bulan pertama 2025. Nilai deposit pun terus membesar mencapai Rp34 triliun (2023), Rp51 triliun (2024), dan Rp18 triliun pada semester I 2025.
Dia juga menyoroti kaitan erat antara judi online dan penipuan digital. Data Indonesia Anti-Scam Centre menunjukkan 323.841 laporan terkait penipuan digital dan 530.794 rekening terlibat, namun baru 100.565 rekening yang berhasil diblokir.
Total kerugian publik mencapai Rp7,5 triliun, sementara dana yang berhasil diamankan hanya Rp383,6 miliar.
Dia menegaskan keberhasilan menekan perputaran dana tidak otomatis berarti kemenangan. "Lepas satu saja mata rantai pengawasan, pertahanan roboh," ucapnya.
Sinergi PPATK dalam pelacakan dana, Komdigi dalam pembersihan ruang digital, BI dalam pengaturan pembayaran, OJK dalam pengawasan keuangan, serta Polri dalam penindakan pidana sebagai komponen yang tak boleh melemah.
Menurut dia, pertanyaan terbesar saat ini bukan lagi soal kemampuan negara melainkan kemauan menjaga konsistensi. "Judi online bukan sekadar perkara hukum melainkan kebocoran kedaulatan ekonomi. Rupiah yang mengalir ke server asing adalah daya beli yang dicabut dari dompet rakyat," ujar Agung.
(jon)














































