loading...
CEO OpenAI Sam Altman, secara resmi tidak akan menikmati sepeser pun dari lonjakan nilai perusahaannya. Foto: ist
SAN FRANSISCO - OpenAI, perusahaan di balik kecerdasan buatan fenomenal ChatGPT, sebentar lagi akan dinobatkan sebagai perusahaan swasta paling berharga di muka bumi.
Melalui penjualan saham senilai Rp93,6 Triliun, valuasinya diproyeksikan akan meroket hingga Rp7.800 Triliun—sebuah angka fantastis yang bahkan lebih besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia.
Namun, di tengah ledakan kekayaan yang mengguncang dunia ini, ada paradoks yang begitu tajam. Sang arsitek utama di balik revolusi ini, CEO Sam Altman, secara resmi tidak akan menikmati sepeser pun dari lonjakan nilai perusahaannya. Ia tidak memiliki saham dan gajinya hanya setara seorang manajer.
1. OpenAI, Raksasa Baru Penakluk Dunia
Keberhasilan OpenAI di bawah komando Sam Altman memang tak terbantahkan. Dengan 800 juta pengguna aktif ChatGPT dan 3 juta perusahaan yang mengandalkan teknologinya, OpenAI telah menjadi pusat gravitasi baru di dunia teknologi.
Lonjakan valuasinya dari Rp4.680 Triliun pada bulan Maret menjadi Rp7.800 Triliun saat ini menunjukkan betapa besarnya kepercayaan investor terhadap masa depan AI yang mereka bangun. Angka ini akan membuat OpenAI melampaui valuasi raksasa lain seperti SpaceX milik Elon Musk (Rp5.460 Triliun).
2. Sang CEO 'Bergaji Kecil' dan Kerajaan Tersembunyinya
Di sinilah ceritanya menjadi rumit. Sam Altman secara resmi hanya menerima gaji tahunan sebesar USD76.001 USD, atau sekitar Rp1,18 Miliar. Jika dirata-rata per bulan, gajinya "hanya" sekitar Rp98 juta, sebuah angka yang sangat kecil untuk seorang CEO yang memimpin perusahaan bernilai ribuan triliun rupiah. Ia juga secara tegas menyatakan tidak memiliki saham (ekuitas) di OpenAI.