loading...
Pemerintah Indonesia kembali menghidupkan rencana redenominasi rupiah. FOTO/dok.SindoNews
JAKARTA - Pemerintah Indonesia kembali menghidupkan rencana redenominasi rupiah dengan memangkas tiga angka nol dari nominal yang berlaku. Langkah tersebut diyakini dapat menyederhanakan transaksi ekonomi sekaligus meningkatkan kepercayaan publik terhadap rupiah. Namun sejumlah ekonom menilai rencana tersebut berpotensi memicu inflasi jika dijalankan tanpa persiapan matang.
Selama ini, wisatawan asing dan masyarakat kerap dihadapkan pada nominal harga barang dan jasa yang mencapai jutaan hingga miliaran rupiah sehingga terkesan mahal. Sebagai contoh, satu gelas koktail di klub pantai mewah di Bali dibanderol Rp190.000, sementara layanan spa sehari penuh di resor premium bisa mencapai Rp1,05 juta.
"Jika redenominasi dipaksakan tanpa persiapan matang, risiko lonjakan inflasi sangat besar. Transisi ideal membutuhkan 8–10 tahun, sehingga paling cepat baru bisa dilakukan pada 2035," ujar Direktur CELIOS, Bhima Yudhistira, dikutip dari Business Times, Senin (17/11).
Baca Juga: Perangi Korupsi dan Jaga Nilai Tukar, Ekonom Dukung Kebijakan Redenominasi
Kementerian Keuangan pada 8 November lalu mengumumkan sedang menyusun RUU redenominasi yang menghapus tiga nol dari mata uang rupiah. Jika diterapkan, harga Rp10.000 akan ditulis menjadi Rp10 dalam rupiah baru tanpa mengubah nilai tukar maupun daya beli.















































