Judul: Umur 40, Kok Gini Amat?
Penulis: Hang Sung Hee
Penerjemah: Dewi Ayu Ambar Rani
Penyunting: Gita Romadhona
Penyelaras Aksara: Andry Setiawan
Desain Sampul: Siska Kemala
Penata Sampul: @mnefend Cetakan pertama, Maret 2025
Penerbit: Haru
***
"Untukmu yang sedang menjalani usia 30-40-an, ini adalah masa tersibuk dalam hidupmu. Aku ingin memberi tahumu bahwa, akan ada banyak sekali tugas yang mengalir deras seperti luapan air sungai, kewajiban-kewajiban di tempat kerja maupun di rumah. Kamu akan merasa semua orang membutuhkanmu atau semuanya berantakan tanpamu. Rasanya, punya dua badan saja tidak cukup, bahkan terkadang kamu ignin meninggalkan semuanya, lalu melarikan diri ke suatu tempat yang sunyi." (hlm. 5)
"Dunia akan terus mendesakmu untuk berusaha lebih keras dan menekanmu seakan kamu kurang berusaha. Namun, dunia tidak akan menggantikanmu menjalani hidup. Kamu punya kuasa penuh terhadap hidupmu." (hlm. 11)
"Namun, sebagai seorang psikoanalis, aku percaya bahwa kehidupan yang memuaskan hanya mungkin terjadi jika kamu benar-benar mencintai diri sendiri. Untuk mewujudkannya, kamu harus menghadapi 'anak yang terluka' di hatimu dan memeluknya erat-erat. Kamu perlu menerima dan mengafirmasi dirimu apa adanya, bukan berdasarkan pencapaian. Hanya dengan begitu, kamu bisa menyukai dirimu, menjalani hidupmu, dan merasa puas dengan keberadaanmu apa adanya." (hlm. 63)
"Jadi, Nak, ketika kamu sedang merasa kesulitan dan ingin melarikan diri dengan menyalahkan masa lalu, ingatlah bagaimana kamu memaknai masa lalu itu. Mencari-cari alasan untuk kamu jadikan kambing hitam hanya akan membuatmu menyia-nyiakan waktu yang berharga dalam hidupmu." (hlm. 79)
***
Pertanyaan "Kenapa hidup di usia 40 terasa makin rumit?" kerap muncul saat kita merasa dituntut terus-menerus oleh dunia, padahal rasa cemas dan beban batin tak kunjung reda. Usia 40 dan menjelangnya adalah titik krusial yang membuat banyak orang merasa harus terus membuktikan diri, meskipun tenaga dan semangat kadang tak seiring.
Lewat buku ini, seorang ibu yang juga psikiater menuangkan 38 pelajaran hidup yang nyata, tulus, dan penuh kerendahan hati untuk sang putri—dan untuk siapa pun yang membacanya. Ia mengajak kita merawat diri dengan penuh kasih, membangun hubungan yang sehat, serta melonggarkan jerat ekspektasi yang sering mencekik.
Buku ini bukan sekadar nasihat, tetapi pelukan penuh makna yang membekali pembacanya agar mampu menapaki usia 40-an dengan lebih ringan, lebih hangat, dan lebih berani mencintai hidup. Terlebih dengan latar belakang penulis yang merupakan seorang psikoanalis, maka nasihat-nasihat yang diberikannya bukanlah sekadar kata-kata tanpa makna. Kita akan berkenalan dengan istilah krisis paruh baya, dissilusion, eksperimen menarik tentang memutar balik waktu, dan lainnya.
Di usianya yang sudah lebih dari 60 tahun, penulis memiliki banyak pengalaman hidup yang ia bagikan sembari memaknai setiap fase kehidupan yang dijalaninya bagi siapa pun yang ingin menjalani hidup dengan lebih tenang dan bijaksana. Sejumlah pengalaman pun ia bagikan, seperti ketika mulai melakukan sesuatu di usia yang dianggap orang-orang sudah terlalu tua. Namun, ia tak menyerah dan memilih untuk memperjuangkan setiap impiannya. Bahkan baginya, tak semestinya usia menjadi penghalang untuk terus bertumbuh dan berkembang.
Walaupun buku ini secara spesifik menyebutkan usia 40, tetapi buku ini layak dibaca oleh berbagai kalangan dari usia berapa pun. Ada banyak kata-kata bijaksana dan menggugah yang membuka pikiran kita tentang menjalani hidup yang bahagia. Rasa cemas, khawatir, dan gelisah senantiasa menyertai kehidupan kita di usia berapa saja. Masalah demi masalah pun akan datang silih berganti. Meskipun begitu, kita selalu bisa menemukan keberanian dan kekuatan baru untuk mengatasi itu semua. Bahkan seiring bertambahnya usia kita bisa merangkai kehidupan yang lebih bermakna.
Membaca buku ini benar-benar memberi efek yang menenangkan. Halaman demi halaman yang kita baca akan membuat kita merasa, "Oh, ternyata aku tidak sendirian. Ternyata hal-hal yang kualami ini wajar." Perasaan hilang arah, bingung dengan tujuan hidup, hingga bimbang dengan sejumlah pilihan wajar dialami oleh setiap manusia yang berjuang untuk bertahan hidup sebaik mungkin.
Buku ini memuat lima bab. Mau baca secara runut dari awal, bisa. Mau baca sesuai dengan mood dan menyesuaikan dengan judul tiap subbab, juga bisa. Menikmati buku ini memang sebaiknya dengan perlahan, sebab kata demi kata di dalamnya bila dicerna dengan baik akan membuat hati terasa lebih damai. Membaca buku ini memang tak serta merta menyelesaikan semua persoalan yang kita hadapi. Akan tetapi, wawasan dan perspektif yang dihadirkan lewat buku ini memunculkan kekuatan batin baru untuk terus melangkah ke depan.
Buku ini sangat direkomendasikan bagi siapa pun yang sedang menapaki usia 30 akhir hingga 40-an (tapi tak menutup kemungkinan untuk dibaca bagi yang saat ini berusia 20-an) dan merasa hidup mulai terasa berat tanpa arah yang jelas.
Di tengah tuntutan yang tak henti, pertanyaan batin yang makin riuh, dan energi yang tak lagi seperti dulu, buku ini hadir sebagai panduan penuh empati. Setiap halamannya menyuguhkan pelajaran hidup yang relevan sekaligus menguatkan dan menenangkan hati. Buku ini bukan tentang teori atau narasi yang menggurui, melainkan pengalaman nyata yang diramu dengan ketulusan hati dan kasih sayang.
Membaca buku ini bagaikan mendapat pelukan hangat sekaligus panduan praktis untuk merawat diri, menjaga relasi yang bermakna, dan melepas ekspektasi yang membebani. Dengan 38 pelajaran hidup yang penuh makna dan inspirasi, buku ini membantu kita berdamai dengan masa lalu, menerima keadaan saat ini, dan menatap masa depan dengan lebih percaya diri. Bagi siapa pun yang ingin menjalani usia sekarang atau usia 40-an dengan lebih tenang, bermental kuat, bijaksana, dan penuh rasa syukur—buku ini sangat penting untuk dibaca dan dimiliki.