Fimela.com, Jakarta Sahabat Fimela setiap tanggal 9 September, Indonesia memperingati Hari Olahraga Nasional (Haornas). Di balik peringatan ini, tersimpan kisah sejarah yang erat dengan perjuangan bangsa untuk diakui dunia, sekaligus tekad untuk membangun jati diri melalui olahraga. Haornas bukan sekadar momentum seremonial, melainkan refleksi tentang bagaimana olahraga tumbuh bersama perjalanan bangsa Indonesia sejak awal kemerdekaan.
Cikal bakal Haornas bermula dari Olimpiade London 1948. Saat itu, atlet Indonesia berambisi tampil di ajang olahraga dunia setelah proklamasi kemerdekaan. Namun, harapan pupus ketika pemerintah Inggris menolak paspor Indonesia karena negara baru ini belum diakui secara internasional.
Di sisi lain, Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI)—yang kala itu menjadi organisasi olahraga tertinggi—belum resmi terdaftar di International Olympic Committee (IOC). Pihak penyelenggara memberi opsi agar atlet Indonesia menggunakan paspor Belanda. Delegasi Indonesia menolak mentah-mentah tawaran ini. Mereka lebih memilih mundur daripada mengorbankan harga diri dan identitas bangsa yang baru lahir.
Momen ini menjadi titik balik penting: olahraga bukan hanya tentang prestasi, tapi juga tentang kedaulatan dan martabat bangsa.
PON Pertama sebagai Tonggak Olahraga Nasional
Penolakan tersebut memicu semangat untuk menghadirkan wadah olahraga nasional yang benar-benar mencerminkan identitas Indonesia. PORI kemudian menggelar konferensi darurat pada 1 Mei 1948 di Solo. Hasilnya, diputuskan penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) pertama.
PON I berlangsung pada 9–12 September 1948 di Stadion Sriwedari, Surakarta. Ajang ini menjadi pesta olahraga terbesar pertama yang melibatkan atlet dari berbagai daerah di Indonesia. Presiden Soekarno hadir langsung untuk membuka perhelatan ini, menandai babak baru perjalanan olahraga Indonesia.
PON bukan hanya soal kompetisi, tetapi juga ajang konsolidasi semangat persatuan. Di tengah suasana revolusi mempertahankan kemerdekaan, olahraga menjadi simbol bahwa bangsa Indonesia mampu berdiri di atas kaki sendiri.
Lahirnya Hari Olahraga Nasional
Empat dekade kemudian, semangat PON I dikenang kembali. Pada tahun 1983, Presiden Soeharto meresmikan pemugaran Stadion Sriwedari. Dalam kesempatan itu, ia mencanangkan 9 September sebagai Hari Olahraga Nasional, bertepatan dengan peringatan 35 tahun PON pertama.
Dua tahun setelahnya, lahirlah Keputusan Presiden No. 67 Tahun 1985 yang secara resmi menetapkan 9 September sebagai Haornas. Sejak itu, setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Olahraga Nasional.
Perempuan Hebat dalam Olahraga Indonesia
Sejarah olahraga Indonesia kerap dipenuhi nama tokoh laki-laki. Namun, di balik itu ada banyak perempuan hebat yang memberi warna, bahkan mendorong perubahan besar di dunia olahraga nasional.
1. Ratu Tisha Destria
Nama Ratu Tisha Destria mencatat sejarah sebagai perempuan pertama yang menjabat Sekretaris Jenderal PSSI (2017–2020). Latar belakang akademisnya yang kuat lulusan matematika ITB dan manajemen olahraga FIFA Master membawanya ke panggung internasional.
Ia bahkan sempat duduk di Komite Kompetisi FIFA, posisi strategis yang jarang ditempati orang Asia, apalagi perempuan. Selama masa jabatannya, Tisha turut mendorong lahirnya Liga 1 U-19 dan Liga 1 Putri, dua kompetisi penting yang membuka jalan pembinaan pemain muda serta perkembangan sepak bola perempuan di Indonesia.
2. Rita Subowo
Sosok lain yang tak kalah berpengaruh adalah Rita Subowo. Ia menjabat sebagai Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI) periode 2007–2015, sekaligus aktif di berbagai federasi olahraga nasional maupun internasional.
Rita dikenal sebagai pemimpin yang mendorong profesionalisme dalam manajemen olahraga. Keberadaannya membuktikan bahwa perempuan juga mampu memimpin organisasi olahraga tingkat nasional dengan pengaruh yang besar.
3. Susi Susanti
Nama Susi Susanti tentu tak asing bagi masyarakat Indonesia. Ia adalah legenda bulutangkis yang berhasil meraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992, prestasi yang menempatkan Indonesia di peta olahraga dunia.
Namun, kiprah Susi tidak berhenti setelah pensiun sebagai atlet. Ia beralih ke peran di balik layar: menjadi pengurus, manajer tim, sekaligus pebisnis peralatan olahraga. Ia juga aktif dalam berbagai program pembinaan atlet, memastikan lahirnya generasi baru yang bisa mengharumkan nama bangsa.
Hari Olahraga Nasional Bukan sekadar Seremonial
Hari Olahraga Nasional bukan hanya pengingat sejarah, tetapi juga cerminan bagaimana olahraga berperan penting dalam membangun bangsa. Olahraga mengajarkan disiplin, kerja keras, sportivitas, dan persatuan—nilai-nilai yang relevan di tengah tantangan zaman modern.
Selain itu, Haornas juga menjadi ruang refleksi: bagaimana prestasi olahraga bisa terus ditingkatkan, fasilitas diperbaiki, dan kesempatan diperluas bagi semua kalangan, termasuk perempuan dan kelompok muda.
Dari penolakan di Olimpiade 1948, lahirnya PON pertama, hingga peran tokoh-tokoh hebat baik laki-laki maupun perempuan, sejarah Hari Olahraga Nasional menunjukkan bahwa olahraga selalu lebih dari sekadar kompetisi. Ia adalah alat perjuangan, sarana pemersatu, dan cermin identitas bangsa.
Di setiap peringatan Haornas, kita diingatkan untuk tidak hanya merayakan pencapaian, tetapi juga melanjutkan semangat para pendahulu: menjadikan olahraga sebagai kekuatan untuk membangun Indonesia yang lebih sehat, kuat, dan bermartabat.
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.