Tiga Opsi Selamatkan KAI dari Jebakan Utang Kereta Cepat China

3 weeks ago 16

loading...

KAI sebagai pemegang saham mayoritas kereta cepat Whoosh kini didorong mencari solusi agar tidak kian terjerat utang ke China. FOTO/dok.SindoNews

JAKARTA - Beban utang jumbo proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh terus menjadi sorotan. PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI, sebagai pemegang saham mayoritas, kini didorong mencari solusi agar tidak kian terjerat kewajiban pembayaran pinjaman ke China Development Bank (CDB) yang nilainya mencapai miliaran dolar AS.

Pengamat BUMN Universitas Indonesia (UI), Toto Pranoto, menyatakan dukungannya terhadap langkah Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara untuk membantu restrukturisasi utang KCJB. Menurutnya, setidaknya ada tiga opsi yang bisa menjadi jalan keluar bagi KAI: pengembangan kawasan, peningkatan okupansi Whoosh, dan divestasi sebagian saham pemerintah kepada investor strategis.

Toto menilai pengembangan kawasan berbasis Transit Oriented Development (TOD) menjadi opsi paling realistis untuk menciptakan sumber pendapatan baru di luar penjualan tiket. “Misalnya di kawasan Halim atau stasiun pemberhentian lainnya, pengembangan TOD bisa dilakukan oleh anggota konsorsium, seperti WIKA, yang memiliki akses dan konsesi lahan,” ujarnya saat dihubungi SindoNews, di Jakarta, Sabtu (23/8).

Baca Juga: KAI Digrogoti Utang Whoosh ke China, Bayar Bunga Rp2 Triliun per Tahun

Ia mencontohkan model bisnis Japan Railways East (JR-East) yang sukses meraup pendapatan terbesar bukan dari penjualan tiket, tetapi dari pengembangan kawasan sekitarnya, termasuk pusat perbelanjaan dan properti komersial. "Pendapatan konsolidasi JR-East justru sebagian besar datang dari pengelolaan kawasan. Konsep seperti itu bisa ditiru untuk memperbaiki arus kas KCJB," kata Toto.

Read Entire Article
Prestasi | | | |