loading...
Komdigi akan memposisikan diri sebagai hub atau pusat penghubung utama untuk semua kegiatan pelatihan talenta digital di Indonesia. Foto: ist
JAKARTA - Di tengah perlombaan putus asa untuk mengejar target 12 juta talenta digital pada tahun 2030, sebuah pengakuan mengejutkan kini datang dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Ternyata, selama ini pemerintah tidak memiliki data yang pasti tentang berapa banyak sebenarnya talenta digital yang telah lahir dari berbagai program pelatihan yang menjamur di seluruh negeri.
Di saat raksasa teknologi global seperti Google, Microsoft, hingga Huawei berlomba-lomba "mendonorkan" pelatihan gratis, Komdigi, sebagai dirijen utama dari orkestra digital nasional ini, justru mengakui bahwa mereka belum memiliki sebuah buku catatan yang rapi.
Ini adalah sebuah ironi yang mengkhawatirkan: kita tahu persis berapa banyak "pasukan" yang kita butuhkan, tetapi kita tidak tahu berapa banyak "pasukan" yang sudah kita miliki.
Strategi 'Keroyokan' Tanpa Data Terpusat
Selama ini, untuk menutup jurang kebutuhan talenta yang masif, pemerintah memang menjalankan strategi "keroyokan". Mereka membuka pintu lebar-lebar bagi siapa saja yang ingin membantu, mulai dari perusahaan teknologi Amerika hingga raksasa China.
Namun, di balik strategi yang terlihat kolaboratif ini, tersimpan sebuah masalah fundamental. Pelatihan berjalan di mana-mana, sertifikat dikeluarkan oleh banyak pihak, tetapi tidak ada satu pun pusat data yang menghimpun semua informasi tersebut.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Komdigi, Bonifasius Wahyu Pudjianto, secara terbuka mengakui adanya "data gelap" ini dan membeberkan rencana mereka untuk akhirnya mulai membereskannya.
"Nanti kami akan adakan yang kami sebut data collecting-nya. Biasanya setiap bulan nanti mereka masukkan data. Tapi ini lagi proses, dalam waktu dekat mudah-mudahan kami akan mengundang perusahaan teknologi global," kata Boni di kantor Komdigi, Jumat (20/6/2025).