Desak SK Mendagri Nomor 050-145 Dicabut, IMAPA Jakarta: Empat Pulau Adalah Wilayah Aceh!

9 hours ago 11

loading...

Ikatan Mahasiswa dan Pemuda Aceh (IMAPA) Jakarta mendesak keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang tertuang dalam SK No. 050-145/2022 dicabut. Foto/istimewa

JAKARTA - Ikatan Mahasiswa dan Pemuda Aceh (IMAPA) Jakarta menyatakan sikap tegas atas keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang tertuang dalam SK No. 050-145/2022, yang menetapkan empat pulau—Panjang, Lipan, Mangkir Besar, dan Mangkir Kecil—sebagai wilayah administratif Sumatera Utara.

IMAPA menilai keputusan ini sarat kekeliruan teknis, mengabaikan fakta historis dan sosial masyarakat Aceh, serta melecehkan martabat otonomi daerah yang telah dijamin oleh Undang-Undang Pemerintahan Aceh. Sejak lama, keempat pulau tersebut digunakan oleh masyarakat Aceh Singkil sebagai bagian dari ruang hidup, wilayah tangkapan nelayan, dan titik strategis dalam pengelolaan wilayah pesisir.

Fakta ini dibuktikan melalui eksistensi musala, makam tua, serta pembangunan fasilitas publik oleh Pemerintah Aceh di Pulau Panjang. Penetapan sepihak oleh Kemendagri tanpa melibatkan partisipasi substantif Pemerintah Aceh merupakan bentuk pengingkaran terhadap prinsip partisipatif dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Baca juga: 4 Pulau di Aceh Jadi Wilayah Sumut, Mendagri: Kita Terbuka untuk Dievaluasi

Selain itu, terdapat inkonsistensi data dan dugaan kekeliruan koordinat dalam verifikasi yang dilakukan Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi pada 2008. Penetapan wilayah administratif yang bersifat strategis semestinya didasarkan pada pendekatan geospasial yang transparan, akuntabel, dan dapat diuji ulang secara ilmiah. Dalam hal ini, keputusan yang tidak memperhatikan batas adat dan fakta sosial hanya akan memperbesar potensi konflik horizontal di antara masyarakat nelayan Aceh dan Sumatera Utara.

IMAPA Jakarta juga menyoroti lemahnya peran Kemendagri dalam membangun komunikasi multilateral yang sehat antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Sumatera Utara. Hingga saat ini, tidak ada ruang mediasi yang cukup inklusif untuk mendengarkan suara masyarakat Aceh yang terdampak langsung oleh keputusan tersebut. Padahal, sebagai lembaga tinggi negara, Mendagri memiliki kewajiban untuk memastikan keadilan administratif yang menghormati sejarah dan identitas lokal.

Read Entire Article
Prestasi | | | |