loading...
Bisnis-bisnis milik investor China menjadi target serangan selama protes kekerasan di Madagaskar bulan lalu. Foto/DNE Africa
JAKARTA - Unjuk rasa terbaru di Madagaskar kembali menyoroti keterlibatan China di seluruh Afrika, memunculkan pertanyaan-pertanyaan sulit tentang sifat pengaruhnya dan konsekuensi jangka panjang dari model pembangunan yang diterapkannya.
Mengutip dari PML Daily, Kamis (20/11/2025), hubungan China-Afrika yang dulu dipuji sebagai kemitraan saling menguntungkan, kini oleh banyak pihak dilihat sebagai relasi sarat ketimpangan, eksploitasi, serta meningkatnya rasa ketidaksukaan.
Ibu kota Madagaskar, Antananarivo, menjadi pusat protes kekerasan pada Oktober 2025. Bisnis-bisnis milik investor China menjadi sasaran, sementara sejumlah distrik hancur berantakan.
Baca Juga: Gelombang Kerusuhan di Benua Afrika Soroti Risiko Baru Bisnis China
Kekacauan ini terjadi setelah berminggu-minggu demonstrasi yang dipimpin kaum muda Gen Z terhadap pemadaman listrik berkepanjangan, kekurangan air, dan melonjaknya biaya hidup. Titik balik terjadi ketika frustrasi atas kegagalan tata kelola bersatu dengan kemarahan atas dominasi ekonomi asing, khususnya perusahaan China yang menguasai sejumlah sektor kunci perekonomian Madagaskar.
Kisruh ini bukan kejadian tunggal. Di berbagai negara Afrika, ketegangan serupa juga muncul. Di Zambia, para pekerja memprotes kondisi buruk di pabrik milik perusahaan China.
Di Kenya, warga menuntut transparansi mengenai utang yang membengkak akibat proyek infrastruktur lewat skema Belt and Road Initiative (BRI). Di Nigeria, komunitas di sekitar area pertambangan melaporkan kerusakan lingkungan dan penggusuran.
Rangkaian insiden ini mencerminkan kekecewaan yang semakin meluas terhadap BRI, yang dulu menjanjikan kesejahteraan tetapi kerap berujung ketergantungan dan ketimpangan.












































