loading...
Lampu kuning menyala terang bagi ekonomi nasional; penjualan mobil murah (LCGC) anjlok hingga 34,8 persen, menjadi bukti nyata bahwa napas daya beli kelas menengah Indonesia sedang tersengal-sengal. Foto: ist
TANGERANG - Mimpi indah tentang demokratisasi mobilitas bagi rakyat kebanyakan kini berubah menjadi mimpi buruk yang mencekam.
Di tengah gemerlap lampu sorot dan wanita cantik yang menghiasi lantai pameran Gaikindo Jakarta Auto Week (GJAW) 2025, sebuah lonceng kematian berdentang nyaring dari segmen yang seharusnya menjadi tulang punggung industri otomotif nasional: Low Cost Green Car (LCGC).
Segmen yang dulu dieluh-eluhkan pemerintah sebagai "mobil rakyat" kini justru menjadi pasien paling kritis di ruang gawat darurat industri otomotif.
Penjualan LCGC sepanjang tahun 2025 tidak hanya turun, melainkan terjun bebas. Fenomena ini bukan sekadar statistik bisnis semata, melainkan cermin retak yang memantulkan realitas pahit: daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah—target utama mobil ini—sedang hancur lebur.
Penurunan Paling Brutal
Fakta di lapangan sangat menampar. Berdasarkan data wholesales (distribusi dari pabrik ke dealer) Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), pasar LCGC mengalami pendarahan hebat. Selama 10 bulan pertama tahun 2025, total distribusi hanya menyentuh angka 97.556 unit.
Jika angka tersebut disandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai 149.583 unit, terjadi kontraksi pasar yang sangat mengerikan: minus 34,8 persen.
Ini adalah penurunan yang tidak wajar dalam kondisi ekonomi yang diklaim "tumbuh". Kehilangan sepertiga pasar dalam setahun adalah indikator bahwa ada sesuatu yang salah secara fundamental dalam struktur ekonomi mikro masyarakat.















































