loading...
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menerima pengaduan dari pengusaha tekstil di Kantor Kemenkeu, Selasa (23/12/2025). FOTO/Anggie Ariesta
JAKARTA - Saluran pelaporan terbaru pemerintah, Satgas Percepatan Program Strategis Pemerintah (P2SP), mulai mengungkap hambatan nyata yang dihadapi pelaku usaha nasional. Salah satu isu utama yang mencuat adalah sulitnya akses pembiayaan bagi industri tekstil, bahkan dari bank milik negara (Himbara), meski pemerintah telah mengguyur likuiditas sebesar Rp200 triliun ke perbankan.
Keluhan ini disampaikan langsung oleh PT Mayer Indah Indonesia, produsen bordir dan kebaya legendaris sejak 1973, dalam sesi pengaduan yang diterima langsung oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di kantor Kemenkeu, Selasa (23/12/2025).
Baca Juga: Bank Dunia Ramal Defisit APBN RI Bengkak sampai 2027, Purbaya: Suka-suka Dia!
General Manager PT Mayer Indah Indonesia, Melisa Suria memaparkan bahwa perusahaannya terpukul ganda oleh dampak pandemi dan maraknya impor pakaian bekas (thrifting). Kondisi ini membuat mitra konveksi mereka gulung tikar dan harga produk lokal menjadi tidak kompetitif.
Melisa menyayangkan sikap perbankan yang memberikan label merah pada industri tekstil, sehingga permohonan modal kerja mereka terus ditolak. "Nah, bahkan sama bank rekanan kami yang sudah berhubungan lebih dari 15 tahun, mereka bilang kebijakan (internal) bank swasta tersebut bahwa industri tekstil tidak bisa diberikan, karena sudah terlalu bleeding (berdarah-darah/kritis). Bahasanya seperti itu," terang Melisa kepada Menkeu.














































