loading...
Keberhasilan proyek WtE di Indonesia membutuhkan orkestrasi dari pemerintah pusat. FOTO/dok.SindoNews
JAKARTA - Indonesia menghadapi krisis pengelolaan sampah yang kian mendesak. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat timbunan sampah nasional mencapai 35 juta ton per tahun, dengan lebih dari 61 persen tidak terkelola secara baik. Sebagian besar berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) yang sudah melebihi kapasitas dan memicu persoalan lingkungan.
Pengamat sekaligus Praktisi Pengelolaan Sampah Bijaksana Junerosano menegaskan TPA tidak bisa lagi dijadikan solusi jangka panjang. Selain keterbatasan lahan, keberadaan TPA berkontribusi terhadap emisi gas metana yang menurut laporan IPCC setara 2–3 persen emisi nasional. "Membuka lahan TPA baru selalu berisiko konflik sosial, pencemaran, hingga dampak kesehatan serius," ujarnya, Rabu (24/9).
Menurut Sano, pendekatan waste-to-energy (WtE) menjadi pilihan strategis. Teknologi ini tidak hanya mengurangi potensi emisi metana, tetapi juga menghasilkan energi listrik yang dapat dimanfaatkan untuk masyarakat maupun industri. "WtE mendukung transisi energi dari fosil ke sumber yang lebih ramah lingkungan, sekaligus menekan jejak karbon," tuturnya.
Baca Juga: Rombak Jajaran Direksi dan Komisaris, Pelindo Hapus Jabatan Wadirut
Ia mencontohkan Jerman, Jepang, dan Tiongkok sebagai negara rujukan. Jerman berhasil mengintegrasikan WtE dengan prinsip ekonomi sirkular, sementara Jepang menekankan transparansi pemantauan emisi. “Kontrol emisi yang ketat adalah syarat mutlak dan tidak bisa dinegosiasikan dalam pembangunan WtE,” tegasnya.