Pasar Mobil Listrik AS Tertinggal dari China & Eropa Akibat Perang Politik

3 hours ago 4

loading...

Industri otomotif AS menghadapi badai sempurna: subsidi hilang, sementara tarif impor yang tinggi tetap berlaku. Foto: TNW

WASHINGTON - Di atas kertas, Amerika Serikat seolah sedang merayakan pesta mobil listrik. Penjualan mobil bertenaga baterai menembus angka 1,2 juta unit tahun lalu—lima kali lipat lebih banyak dibandingkan empat tahun sebelumnya.

Para raksasa seperti General Motors, Ford, dan Tesla serempak melaporkan rekor penjualan dalam tiga bulan terakhir. Bahkan pada Agustus, mobil listrik berhasil merebut 10% pangsa pasar, sebuah rekor baru.

Namun, di balik angka-angka yang gemerlap itu, tersembunyi bom waktu. Ledakan penjualan ini ternyata hanyalah euforia sesaat, dipicu oleh para pembeli yang bergegas mengejar subsidi pemerintah sebesar USD7.500 (Rp122 juta) sebelum program itu berakhir pada akhir September.

Kini, tanpa pemanis insentif, para petinggi industri otomotif justru bersiap menghadapi mimpi buruk.

"Ini akan menjadi industri yang dinamis, tetapi akan jauh lebih kecil dari yang kita perkirakan," kata CEO Ford, Jim Farley, dengan nada pesimistis. Pernyataan yang lebih gamblang datang dari direktur keuangan General Motors, Paul Jacobson. "Saya perkirakan permintaan mobil listrik akan anjlok secara drastis," ujarnya.

Kenyataannya, bahkan pada puncak euforianya, Amerika—pasar mobil terbesar kedua di dunia—sudah menjadi pecundang dalam perlombaan mobil listrik global.

Data dari International Energy Agency (IEA) menelanjangi ketertinggalan ini:

Read Entire Article
Prestasi | | | |