Prematur Kebijakan dan Nestapa Warga dalam Rekening yang Terblokir

22 hours ago 6

loading...

Syaifudin, Dosen Pendidikan Sosiologi FISH UNJ. Foto/Istimewa.

Syaifudin

Dosen Pendidikan Sosiologi FISH UNJ

Dalam kehidupan sehari-hari yang serba cepat dan menuntut stabilitas, tidak ada yang lebih mengguncang rasa aman seseorang selain ketika haknya atas dana pribadi dibatasi tanpa peringatan.

Seorang teman bercerita bahwa rekening tabungan untuk simpanan pendidikan anaknya yang masih PAUD tiba-tiba tidak bisa diakses. Setelah mendatangi pihak bank, ia mendapati bahwa rekeningnya diblokir karena tidak ada aktivitas transaksi selama tiga bulan, dan karena adanya kebijakan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Narasi ini membuka ruang analisis yang dalam dan kritis terhadap cara negara menjalankan fungsi pengawasan finansial dalam masyarakat dan bagaimana masyarakat kecil justru menjadi korban dari sistem yang tidak berpihak pada realitas sosial mereka.

Dalam kerangka pemikiran Michel Foucault, pengawasan dan pembatasan terhadap rekening dormant merupakan manifestasi dari apa yang ia sebut sebagai biopower, yakni kuasa negara yang mengatur hidup warganya bukan melalui represi langsung, tetapi melalui regulasi dan pengawasan yang terkesan "netral", teknokratis, bahkan demi "keamanan bersama".

Dengan mengklasifikasikan rekening tanpa transaksi sebagai potensi aktivitas ilegal, negara secara tidak langsung menetapkan norma baru bahwa untuk dianggap sah dan aman, warga harus aktif secara finansial dalam sistem yang diawasi negara.

Namun, di sinilah letak ketimpangannya. Banyak warga lain rupanya senasib dengan apa yang dirasakan oleh teman penulis yang menabung secara konservatif dengan menyimpan dana secara tidak rutin, tanpa niat mencurigakan, dan justru untuk tujuan luhur berupa pendidikan anak.

Ketika praktik menabung secara konservatif dibekukan atas dasar generalisasi terhadap potensi risiko ilegal, negara sejatinya tengah memaksakan satu pola kehidupan finansial tertentu sebagai norma tunggal, sekaligus mendiskreditkan praktik ekonomi warga yang tidak sesuai dengan logika transaksional sistem.

Ini merupakan bentuk kekerasan simbolik, di mana negara dan lembaga keuangan menggunakan otoritasnya untuk memaksakan cara berpikir dan bertindak tertentu terhadap warga yang tidak memiliki modal simbolik maupun kapital kultural untuk menegosiasikan posisinya dalam struktur tersebut.

Ironisnya, kebijakan yang secara retoris dimaksudkan untuk perlindungan dan antisipasi kegiatan ilegal ini justru diimplementasikan tanpa kajian yang mendalam, hingga berjalan secara prematur, tidak komunikatif, dan akhirnya menciptakan kerugian dan kegaduhan serta ketidakpastian di kalangan masyarakat yang justru ingin berpartisipasi secara legal dalam sistem ekonomi.

Ketimpangan Sosial dalam Sistem Finansial Formal

Fenomena ini memperlihatkan bagaimana sistem keuangan modern memuat bias kelas yang cukup kuat. Rekening dormant atau pasif bukanlah sesuatu yang mencurigakan bagi mereka yang secara sosial-ekonomi terbatas. Banyak dari mereka menyisihkan uang sedikit demi sedikit untuk keperluan penting seperti pendidikan atau kebutuhan darurat, bukan untuk spekulasi atau konsumsi.

Read Entire Article
Prestasi | | | |