loading...
Tentara Israel melanjutkan operasi militernya dengan tank dan kendaraan militer di sepanjang perbatasan Jalur Gaza. Foto/Mostafa Alkharouf/Anadolu Agency
GAZA - Warga Palestina di Kota Gaza menghadapi kemungkinan pengungsian lebih lanjut dengan perasaan campur aduk antara takut dan menentang setelah Israel mengumumkan rencana pengambilalihan militer atas kota terbesar di wilayah kantong tersebut. Saat ini Gaza menjadi tempat hampir satu juta orang untuk berlindung.
Kota itu dilanda kekacauan pada hari Jumat (8/8/2025) setelah kabinet keamanan Israel menyetujui rencana pengambilalihan tersebut, yang akan melibatkan pemindahan paksa warga Palestina yang telah mengungsi berkali-kali ke zona konsentrasi di selatan.
"Saya bersumpah demi Tuhan bahwa saya telah menghadapi kematian sekitar 100 kali, jadi bagi saya, lebih baik mati di sini," tegas Ahmed Hirz, yang telah mengungsi bersama keluarganya setidaknya delapan kali sejak perang Israel dimulai.
"Saya tidak akan pernah pergi dari sini," ujar dia kepada Al Jazeera. "Kami telah melalui penderitaan, kelaparan, penyiksaan, dan kondisi yang menyedihkan, dan keputusan akhir kami adalah mati di sini."
Sentimen tersebut juga dirasakan oleh orang lain yang berbicara kepada Al Jazeera. Rajab Khader mengatakan ia akan menolak pindah ke Gaza selatan, untuk "tinggal di jalanan bersama anjing dan hewan lainnya".
"Kita harus tinggal di Kota Gaza bersama keluarga dan orang-orang terkasih. Israel tidak akan menemukan apa pun kecuali tubuh dan jiwa kami," tegas dia.
Maghzouza Saada, yang sebelumnya mengungsi dari Beit Hanoon di timur laut, mengungkapkan kemarahannya karena dipaksa pindah lagi, padahal tidak ada tempat di Jalur Gaza yang bisa dianggap aman.
"Selatan tidak aman. Kota Gaza tidak aman, utara tidak aman. Ke mana kita harus pergi?" tanyanya. "Apakah kita akan menceburkan diri ke laut?"