loading...
Harga BTC melonjak 4,24% menjadi USD121.750 pasca meredanya tensi AS-China, namun pasar masih mencermati divergensi inflow institusional antara Bitcoin dan Ethereum. Foto: Ist
JAKARTA - Pasar kripto kembali menunjukkan karakteristik fluktuatif ekstrem. Setelah mengalami "pembantaian" likuidasi terbesar dalam sejarah senilai lebih dari USD19 Miliar (sekitar Rp 304 triliun) pada akhir pekan lalu, Bitcoin (BTC) berhasil mencatat rebound signifikan sebesar +4,24%, bertengger di level USD121.750 (setara Rp 2.019.102.000) pada pukul 08:00 WIB, Senin. Kenaikan dramatis ini dipicu oleh meredanya ketegangan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Pernyataan dari kedua belah pihak pada Minggu (12/10/2025) yang mengindikasikan kesiapan untuk melanjutkan negosiasi telah menyuntikkan optimisme baru ke pasar global, termasuk aset digital. Ini adalah respons cepat pasar terhadap kondisi geopolitik yang belakangan ini menjadi katalisator utama pergerakan harga.
Guncangan Geopolitik: Likuidasi Terbesar Sepanjang Sejarah
Sebelum rebound ini, pasar kripto mengalami guncangan hebat pada Jumat (10/10). Pengumuman Presiden Donald Trump mengenai kenaikan tarif 100% pada impor China dan kontrol ekspor perangkat lunak memicu gejolak geopolitik ekstrem.
Menurut data Coinglass, keputusan ini menyebabkan likuidasi crypto terbesar yang pernah tercatat, menghapus lebih dari USD19 Miliar posisi leveraged hanya dalam 24 jam.
Sekitar 1,6 juta trader menjadi korban.
Bitcoin memimpin kerugian dengan anjlok lebih dari 12% dari All-Time High (ATH) di atas USD125.000 menjadi di bawah USD113.000, menanggung likuidasi sebesar USD5,34 Miliar. Disusul Ethereum dengan USD4,39 Miliar, dan Solana USD2 Miliar.