Guru Besar UNJ: Gelar Pahlawan untuk Soeharto Bentuk Penghormatan Negara

3 hours ago 4

loading...

Guru Besar UNJ Abdul Haris Fatgehipon menilai, pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada para mantan Presiden RI seharusnya dipandang sebagai bentuk penghormatan negara kepada para pemimpin bangsa yang telah berjasa. Foto/istimewa

JAKARTA - Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada para mantan presiden Republik Indonesia (RI) seharusnya dipandang sebagai bentuk penghormatan negara kepada para pemimpin bangsa yang telah berjasa. Hal itu bukan sebagai arena untuk memperpanjang luka sejarah atau menumbuhkan dendam politik.

Hal itu disampaikan Guru Besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Abdul Haris Fatgehipon terkait wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto jelang peringatan Hari Pahlawan pada 10 November mendatang.

Abdul Haris menilai secara spiritual Presiden Soeharto tidak membutuhkan gelar pahlawan nasional, karena doa dari bangsa Indonesia jauh lebih berarti. Namun, secara kenegaraan dan moral kebangsaan, gelar tersebut merupakan simbol pengakuan terhadap peran penting setiap pemimpin dalam perjalanan panjang republik ini.

Baca juga: Gelar Pahlawan Nasional, Gibran Sebut Soeharto dan Gus Dur Beri Kontribusi Besar untuk Negara

“Secara spiritual, Soeharto tidak membutuhkan gelar Pahlawan Nasional. Yang beliau butuhkan adalah doa agar diampuni segala khilafnya. Tetapi, sebagai bangsa yang beradab, kita wajib menghormati jasa para pemimpin terdahulu dengan cara yang layak dan terhormat, salah satunya melalui gelar kenegaraan,” ujarnya, Sabtu (8/11/2025).

Abdul Haris menegaskan, sejarah tidak dapat dihapuskan hanya karena perbedaan politik. Soeharto tetap memiliki tempat penting dalam perjalanan bangsa, mulai dari masa perjuangan hingga pembangunan nasional.

“Soeharto memiliki peran besar dalam perjuangan kemerdekaan. Ia turut dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 yang memaksa Belanda menandatangani Perjanjian Roem–Roijen, hingga akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar 1949,” terangnya.

Read Entire Article
Prestasi | | | |