loading...
Jurnalis foto Isra Triansyah membidik momen pertandingan kandang Sriwijaya FC di Stadion Jakabaring Palembang. Foto: SINDOnews/Dok. Pribadi
JAKARTA - Olahraga kini menjadi salah satu aktivitas paling fotogenik. Di tengah dominasi budaya visual, keterikatan antara fotografi dan aktivitas berolahraga mengalami pergeseran makna: penegasan eksistensi bagi individu yang diambil gambarnya, dan peluang meraup cuan bagi sang fotografer.
Belakangan menjamur fotografer yang menangkap momen warga berolahraga di ruang publik untuk kemudian dijual. Fenomena ini menimbulkan berbagai polemik, selain soal masalah etika, karena berpotensi mengganggu privasi orang lain, menjamurnya juru foto olahraga juga berdampak pada godaan berkompetisi secara tidak sehat.
Di Indonesia, peraturan tentang memotret di ruang publik masih abu-abu. Belum ada regulasi yang tegas, namun bukan berarti fotografer bebas menekan tombol shutter sesuka hati. Kebebasan mengambil gambar tetap harus dibatasi oleh etika: jangan sampai mengganggu hak dan privasi orang lain.
Baca Juga: Siapa Samar Abu Elouf? Fotografer Palestina Pemenang Penghargaan Foto Pers Dunia Tahun 2025
Jurnalis foto SINDOnews, Isra Triansyah, yang telah meliput berbagai peristiwa— termasuk olahraga— selama hampir 20 tahun, menyebut Indonesia memerlukan regulasi yang lebih jelas soal fotografi di ruang publik. Alih-alih membatasi fotografer untuk berkarya, kata Isra, regulasi diperlukan sebagai panduan etika untuk memahami batasan-batasan dan memberi perlindungan hukum, baik untuk sang fotografer maupun individu yang diambil gambarnya.