loading...
Jebakan deepfake semakin canggih dan sulit dibedakan dengan yang asli. Foto: Sindonews
JAKARTA - Warganet dihebohkan oleh video yang menampilkan wajah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dengan raut muka meyakinkan, kalimat tajam terlontar dan memicu gelombang amarah publik: "guru adalah beban negara." Media sosial mendidih, para pahlawan tanpa tanda jasa merasa terluka, dan kredibilitas sang menteri dipertaruhkan.
Namun, di balik layar digital, sebuah kebenaran yang lebih kelam dan canggih sedang bermain. Itu bukanlah Sri Mulyani. Itu adalah tiruan—sebuah produk rekayasa kecerdasan buatan (AI) yang dikenal sebagai deepfake, yang dirancang untuk menipu mata dan telinga kita.
Sri Mulyani pun bergerak cepat untuk memadamkan api disinformasi.
"Faktanya, saya tidak pernah menyatakan bahwa Guru sebagai Beban Negara. Video tersebut adalah hasil deepfake dan potongan tidak utuh dari pidato saya dalam Forum Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia di ITB pada 7 Agustus lalu," tegasnya melalui akun Instagram @smindrawati.
Insiden ini menjadi lonceng peringatan keras: teknologi deepfake telah mencapai tingkat kesempurnaan yang mengkhawatirkan, dan siapapun bisa menjadi korban.
Semakin Halus, Semakin Sulit Dibedakan
Menurut pengamat keamanan siber dari Vaksin.com, Alfons Tanujaya, membedakan mana yang asli dan palsu dari video deepfake kini menjadi tantangan besar, bahkan bagi mata yang terlatih sekalipun.
"Secara teknis akan makin sulit mengidentifikasi konten deepfake karena makin hari akan makin baik," ujar Alfons kepada SindoNews. Ia menjelaskan bahwa tokoh publik seperti Sri Mulyani adalah target empuk. "Apalagi public figure yang sampel digitalnya banyak dan mudah didapatkan, sehingga jika digunakan untuk melatih aplikasi deepfake, hasilnya akan makin halus dan sulit dibedakan," tambahnya.