Ketika Uang Menjadi Ujian, Bagaimana Seharusnya Sikap Muslim?

4 hours ago 6

loading...

Dengan uang, seseorang bisa membangun kebaikan atau justru menumpuk kesombongan. Ia bisa menjadi sarana ibadah, tapi juga bisa menjerumuskan jika hati tidak dijaga. Foto ilustrasi/ist

Uang bisa menjadi nikmat, tapi juga bisa menjadi ujian . Ia memudahkan banyak hal, namun terkadang melalaikan. Bagaimana seorang Muslim menyikapinya? Berikut ulasan dan penjelasannya?

Dengan uang, seseorang bisa membangun kebaikan atau justru menumpuk kesombongan. Ia bisa menjadi sarana ibadah, tapi juga bisa menjerumuskan jika hati tidak dijaga. Tidak sedikit yang justru lebih kuat saat diuji dengan kekurangan, namun goyah ketika dompet mulai tebal.

Menurut Ustaz Muhammad Faishal Fadhli, inilah mengapa memahami cara berpikir tentang uang menjadi penting. Sebab uang bukan semata soal angka, melainkan soal emosi, persepsi, perilaku, dan kebiasaan yang dibentuk sejak lama. Perlu kebijaksanaan agar uang tetap di tangan, bukan merajai hati.

Ia lantas menyebut buku The Psychology of Money karya Morgan Housel, yang menawarkan banyak pelajaran tentang hal ini. Sebuah buku yang sangat populer dan telah banyak dibedah oleh para influenser, content creator, hingga para pakar. Morgan Housel tidak mengajarkan cara cepat menjadi kaya, tetapi justru mengajak merenungi bagaimana manusia memperlakukan uang.

Banyak gagasan Morgan Housel dalam buku tersebut sejatinya sejalan dengan ajaran Islam yang telah disampaikan sejak lama. Dai yang berkhidmat di lembaga dakwah tersebut merangkum beberapa poin dari buku The Psychology of Money yang selaras dengan nilai-nilai islami tersebut yang ditulisnya seperti dilansir laman dakwah.id, antara lain:

Membangun Kekayaan Hakiki

Banyak orang berpikir bahwa untuk sukses secara finansial, seseorang harus cerdas: menguasai angka, piawai dalam investasi, dan lihai membaca peluang. Tapi ada satu hal yang sering luput. Ternyata, keberhasilan dalam mengelola uang lebih ditentukan oleh sikap dan perilaku, bukan sekadar kecerdasan.

Dalam kata pengantar dari buku The Psychology of Money, dijelaskan bahwa gagasan utama Morgan Housel adalah “doing well with money has a little to do with how smart you are and a lot to do with how you behave. And behavior is hard to teach, even to really smart people.”

Bahwa keberhasilan dalam hal uang tidak terlalu bergantung pada seberapa pintar kita, tetapi lebih pada bagaimana kita bersikap. Dan mengubah sikap bukan hal yang mudah, bahkan bagi orang-orang yang sangat cerdas sekalipun. Kebiasaan konsumtif, keinginan untuk pamer, rasa tidak pernah cukup, itu semua bukan soal logika, tapi soal kondisi jiwa.

Baca juga: Banyak Maslahat, Sekjen Kemenag Ajak Masyarakat Biasakan Wakaf Uang

Menariknya, jauh sebelum teori-teori perilaku keuangan modern berkembang, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menegaskan satu prinsip emas, sebagaimana dalam hadits riwayat al-Bukhari No. 6446 dan Muslim No. 1051,

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ ‌الْغِنَى ‌غِنَى ‌النَّفْسِ

“Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta, tetapi kekayaan yang sejati adalah kekayaan jiwa.”

Kalimat ini bukan hanya nasihat moral, tapi juga fondasi dalam membentuk hubungan yang sehat dengan uang. Orang yang kaya jiwanya akan merasa cukup meski hartanya sederhana. Ia tidak mudah silau, tidak terjebak dalam perlombaan status sosial. Ia bersyukur, tenang, dan tahu kapan harus memberi.

Sebaliknya, orang jiwanya miskin, akan selalu merasa kekurangan, walau penghasilannya berlipat-lipat. Ia gelisah melihat pencapaian orang lain, terus mengejar angka tanpa arah, dan akhirnya terperangkap dalam gaya hidup yang memenjarakan.

Kekayaan jiwa membuat seseorang bisa mengelola uang dengan bijak—bukan untuk sekadar memperkaya diri, tetapi juga untuk memberi manfaat. Maka, inilah kunci yang perlu direnungkan: bukan seberapa besar pendapatan kita, tapi seberapa baik kita memperlakukan apa yang kita miliki. Sebab, pada akhirnya, kekayaan bukan tentang isi dompet, tapi isi hati.

1. Berkah Lebih Penting daripada Jumlah

Ada kekayaan yang tak bisa dihitung dengan kalkulator. Kekayaan yang tidak bersuara, tidak mencolok, dan tidak pula perlu dipamerkan. Inilah kekayaan sejati: tersembunyi di balik ketenangan hidup sederhana tapi serba cukup. Inilah jenis kekayaan yang disebut Morgan Housel, “Wealth is what you don’t see.”

Kalimat itu mungkin terdengar asing di tengah dunia yang gemar flexing alias pamer. Tapi Morgan bicara jujur. Kekayaan bukanlah mobil yang diparkir di garasi, atau liburan yang rutin mampir di Insta story.

Kekayaan, kata Morgan, justru ada pada yang tidak terlihat: tabungan yang diam-diam tumbuh, pengeluaran yang ditahan, gaya hidup yang tidak ikut-ikutan. Menariknya, ajaran ini sejalan dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, hadits riwayat Muslim no. 2588,

Read Entire Article
Prestasi | | | |