Kenapa Jerawat Tak Hilang Meski Skincare Sudah Benar?

3 hours ago 6

Fimela.com, Jakarta Banyak orang menganggap jerawat hanya urusan cuci muka dan skincare. Padahal, jerawat sering kali muncul sebagai respons tubuh terhadap gaya hidup dan kondisi emosional seseorang. Begitu banyak kasus di mana jerawat muncul lebih sering ketika seseorang sedang cemas menjelang deadline, kurang tidur, atau berada dalam tekanan mental. Artinya, jerawat juga berkaitan erat dengan kesehatan psikologis.

Fenomena ini dapat dilihat dari cara tubuh bereaksi saat stres. Saat seseorang tertekan, hormon kortisol meningkat dan memicu produksi minyak berlebih. Akibatnya, pori-pori mudah tersumbat dan timbul jerawat. Maka dari itu, meskipun seseorang menggunakan skincare termahal sekalipun, jerawat bisa tetap muncul jika kondisi emosinya belum dikelola.

Dari sisi sosial, jerawat juga sering menimbulkan dampak pada kepercayaan diri. Banyak orang yang akhirnya menghindari foto, enggan tampil tanpa makeup, atau merasa dinilai negatif oleh lingkungan hanya karena kondisi kulit wajahnya. Hal ini menjadikan jerawat tidak hanya masalah dermatologi, tetapi juga persoalan penerimaan diri.

1. Berhenti Memusuhi dan Menghina Kulit Sendiri

Salah satu alasan kenapa jerawat bikin stres itu bukan karena jerawatnya doang, tapi karena kita ngerasa “kok kulit orang lain bisa mulus?”. Padahal yang kita lihat di sosmed mayoritas hasil filter, lighting, kamera mahal, atau perawatan yang harganya satu juta sekali duduk. Bandingin kulit asli sama kulit versi instagram itu jelas tidak fair.

Kulit manusia wajar punya tekstur, pori, bekas, bahkan breakout musiman. Yang bikin kita panik itu ekspektasi palsu yang ditanam media sosial bahwa kulit harus flawless 24/7. Begitu ekspektasi naik, stres naik. Begitu stres naik, jerawat ikut naik. Muter lagi ke situ-situ aja.

Kalau kita mulai nurunin ekspektasi dan nerima bahwa kulit itu hidup dan berubah, mental jadi lebih ringan. Begitu tekanan turun, perawatan jadi lebih sabar, dan hasilnya justru lebih kelihatan daripada ngejar kesempurnaan yang nggak realistis.

2. Menjadikan Tidur sebagai “Skincare Termurah”

Serum boleh mahal, toner bisa berlapis-lapis, tapi kalau jam tidur berantakan, hasilnya tetap zonk. Regenerasi kulit paling besar terjadi waktu tidur, jadi kalau kita begadang tiap hari, otomatis kulit nggak punya waktu buat memperbaiki diri. Akhirnya minyak makin banyak, hormon makin tidak stabil, dan jerawat cepat muncul.

Masalah jerawat sering bukan karena skincare kurang bagus, tapi karena tubuh tidak dikasih kesempatan pulih. Orang yang mulai benerin jam tidur biasanya ngeliat progres kulit lebih cepat ketimbang orang yang cuma fokus gonta-ganti produk. Tidur itu bukan bonus, tapi pondasi.

Jadi sebelum nambah produk baru, coba dulu benerin pola tidur. Nggak perlu langsung drastis; mulai dari tidur 30–60 menit lebih cepat tiap malam aja udah ngaruh ke kulit. Ini cara paling murah, paling sederhana, tapi sering diabaikan.

3. Mengelola Emosi agar Tidak Terpantul ke Kulit

Banyak jerawat bertambah parah bukan karena makanan atau skincare, tetapi karena cara seseorang merespons emosinya. Ketika cemas, gugup, atau overthinking, banyak orang tanpa sadar menyentuh wajah, memencet jerawat, atau menggaruk area yang meradang. Kebiasaan mikro ini menciptakan luka baru dan memicu infeksi lanjutan.

Selain perilaku fisik, emosi yang tidak diatur juga memicu reaksi hormon yang memperburuk kondisi kulit. Stres berkepanjangan meningkatkan kortisol yang mengaktifkan kelenjar minyak secara berlebihan. Kombinasi minyak berlebih dan kulit yang disentuh tangan kotor menjadi resep yang sempurna bagi jerawat untuk berkembang lebih agresif.

Mengelola emosi bukan hanya untuk kesehatan mental, tetapi strategi langsung untuk menghentikan siklus jerawat. Teknik seperti journaling, latihan napas, olahraga ringan, atau sekadar membatasi paparan pemicu stres (misal media sosial) membantu menjaga kulit tetap stabil. Ketika pikiran tenang, kulit pun ikut mereda.

4. Stop Makan sebagai Pelarian Stres

Banyak dari kita makan bukan karena lapar, tapi karena lagi bete, capek tugas, atau stres sama kehidupan. Begitu ada tekanan, tangan langsung nyari minuman manis, gorengan, atau mie instan sebagai pelampiasan. Masalahnya, pola ini bikin tubuh gampang meradang dan akhirnya jerawat muncul lagi dan lagi.

Bukan gulanya atau minyaknya doang yang jadi biang masalah, tapi momen saat kita makannya. Kalau emosi lagi naik, hormon juga ikut kacau, dan itu nendangnya ke kulit. Jadinya walau sudah ngurangin makanan tertentu, kalau pola makannya masih berbasis emosi, jerawat ya bakal balik lagi.

Solusinya bukan langsung diet ketat, tapi belajar ngerem satu langkah sebelum makan: tanya ke diri sendiri “ini lapar atau stres?”. Kalau ternyata stres, coba ganti pelarian ke hal lain dulu kayak jalan sebentar, minum air, atau nulis unek-unek dulu. Pelan-pelan, siklus jerawat gara-gara emosi bisa diputus.

5. Berhenti Bandingin Kulit Kita sama Kulit di Sosmed

Salah satu alasan kenapa jerawat bikin stres itu bukan karena jerawatnya doang, tapi karena kita ngerasa “kok kulit orang lain bisa mulus?”. Padahal yang kita lihat di sosmed mayoritas hasil filter, lighting, kamera mahal, atau perawatan yang harganya satu juta sekali duduk. Bandingin kulit asli sama kulit versi instagram itu jelas nggak fair.

Kulit manusia wajar punya tekstur, pori, bekas, bahkan breakout musiman. Yang bikin kita panik itu ekspektasi palsu yang ditanam media sosial bahwa kulit harus flawless 24/7. Begitu ekspektasi naik, stres naik. Begitu stres naik, jerawat ikut naik. Muter lagi ke situ-situ aja.

Kalau kita mulai nurunin ekspektasi dan nerima bahwa kulit itu hidup dan berubah, mental jadi lebih ringan. Begitu tekanan turun, perawatan jadi lebih sabar, dan hasilnya justru lebih kelihatan daripada ngejar kesempurnaan yang nggak realistis.

Pada akhirnya, jerawat bukan cuma soal wajah, tapi soal bagaimana kita hidup, berpikir, dan memperlakukan diri sendiri. Ketika pola tidur, emosi, makanan, dan cara bicara pada diri mulai dibereskan, kulit biasanya ikut berangsur membaik. Jadi alih-alih sibuk memusuhi jerawat, lebih baik fokus memperbaiki cara kita menjalani hidup — karena kulit adalah cermin dari kebiasaan, bukan vonis atas diri kita.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

  • Anisya Fandini
  • Ayu Puji Lestari
Read Entire Article
Prestasi | | | |