loading...
Dosen Hubungan Internasional FISIP Unwahas Semarang, Andi Purwono. FOTO/DOK.UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
Andi Purwono
Dosen Hubungan Internasional FISIP
Staf Ahli Rektor Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang
PENGAKUAN internasional bagi negara Palestina terus mengalir. Bahkan negara Barat kuat seperti Inggris, Australia, Kanada, dan Portugal secara resmi menyampaikan pengakuan terhadap Palestina pada Minggu (21/9/2025) melalui Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri masing-masing negara. Mengapa pergeseran ini terjadi dan apa implikasinya bagi konstelasi politik global khususnya Timur Tengah?
Ada sejumlah faktor yang bisa disebut turut mendorong pengakuan internasional bagi Palestina. Pertama, dunia semakin risih dengan kekejaman luar biasa yang dipertontonkan Israel kepada rakyat Palestina khususnya di wilayah Gaza . Genosida yang terjadi sebagaimana muncul dalam gugatan Afrika Selatan di Mahkamah Internasional (ICJ) atau terakhir dalam pernyataan Komisi Penyelidik PBB telah menyerang nilai dasar (core value) yang diyakini bersama masyarakat internasional yaitu kemanusiaan.
Sejak Perang Gaza 7 Oktober 2023, lebih dari 63.746 warga Palestina tewas. Krisis kemanusiaan kian mengerikan karena banyak rumah sakit dan fasilitas kesehatan sengaja menjadi target serangan. Bahkan telah muncul tuduhan kuat bahwa Israel sengaja menciptakan senjata kelaparan dengan terus melakukan blokade bantuan kemanusiaan internasional.
Akibatnya, nestapa Palestina kian kentara. Dunia menyaksikannya dengan kemarahan nyata. Namun kecaman demi kecaman seakan tanpa suara dan tidak mampu meredam durjana. Oleh karena itu, kemudian dua arus besar gerakan kemanusiaan bermunculan. Pertama, gerakan domestik di masing- masing negara yang menuntut pemerintahnya peduli kepada nasib rakyat Palestina. Ini terjadi di banyak negara termasuk Amerika, Prancis, Inggris dan negara besar lainnya.