loading...
Layanan Cloudfare memberikan perlindungan bagi karyawan perusahaan yang rutin menggunakan AI generatif. Foto: Gemini
JAKARTA - Riset terbaru menyebut tiga dari setiap empat karyawan perusahaan kini secara rutin menggunakan "jin cerdas" seperti ChatGPT, Claude, dan Gemini untuk membantu pekerjaan mereka, mulai dari meringkas rapat hingga menulis kode pemrograman.
Ini adalah "dilema iblis" (devil's dilemma) bagi setiap perusahaan. Di satu sisi, alat-alat AI ini adalah roket pendorong produktivitas yang luar biasa.
Di sisi lain, setiap kali seorang karyawan menyalin-tempel (copy-paste) data internal perusahaan ke dalam chatbot ini, mereka secara efektif sedang membuka "pintu belakang" bagi potensi kebocoran data paling masif dalam sejarah.
Di tengah dilema inilah, sebuah perusahaan keamanan siber, Cloudflare, kini melangkah maju, menawarkan diri untuk
menjadi "malaikat penjaga" di era baru yang penuh risiko ini.
'Pintu Belakang' yang Selalu Terbuka
Ancaman ini sangat nyata. Saat seorang karyawan meminta ChatGPT untuk meringkas laporan keuangan kuartalan yang bersifat rahasia, data sensitif tersebut kini berada di server OpenAI.
Risiko kebocoran, baik disengaja maupun tidak, menjadi sangat besar. Para petinggi perusahaan pun pusing tujuh keliling: melarang total penggunaan AI berarti membunuh inovasi, namun membiarkannya tanpa pengawasan sama saja dengan bunuh diri.