Review Buku Novelis sebagai Panggilan Hidup

8 hours ago 4

Judul: Novelis sebagai Panggilan Hidup

Penulis: Haruki Murakami

Penerjemah: Ribeka Ota

Penyunting: Ining Isaiyas

Perancang sampul: Naela Ali

Penata Letak: Teguh Erdyan

Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)

Cetakan Pertama, Januari 2025

***

Tidak terlalu sulit menulis satu atau dua buah novel. Tapi menulis novel terus-menerus, mencari nafkah dengan menulis novel, dan bertahan hidup sebagai seorang novelis adalah tugas yang sulit. Yang boleh dikatakan hampir mustahil dilakukan manusia biasa. Karena di situ, bagaimana sebaiknya kusebut, diperlukan "sesuatu yang istimewa". Bakat memadai tentu dibutuhkan, begitu juga semangat. Dan, sebagaimana berbagai kejadian serta aspek jalan hidup, keberuntungan dan nasib juga merupakan unsur yang penting. (hlm. 7)

Yang paling penting dari apa pun adalah pembaca yang baik. Baik penghargaan, tanda kehormatan, maupun ulasan buku yang positif, semuanya tak punya makna nyata dibandingkan para pembaca yang mengeluarkan uang untuk membeli bukuku. (hlm. 51)

Apa yang diperoleh dengan menggunakan waktu kelak akan dibuktikan oleh waktu. (hlm. 120)

Hidup manusia (dalam sebagian besar kasus) merupakan pertarungan jangka panjang yang bertele-tele. Tanpa usaha tak kenal lelah untuk mendorong maju tubuh fisik kita, hampir mustahil untuk melulu mempertahankan niat ataupun jiwa dalam keadaan positif dan kuat, menurutku. Hidup tidak segampang itu. (hlm. 143)

***

Buku Novelis sebagai Panggilan Hidup karya Haruki Murakami adalah perjalanan batin tentang menemukan kebebasan melalui pekerjaan yang dicintai.

Dalam setiap halamannya, Murakami menulis dengan keheningan yang jernih, seolah berbicara langsung kepada pembacanya tentang bagaimana menulis bisa menjadi cara untuk hidup dengan penuh makna.

Melalui buku ini, dirinya tidak menawarkan petuah atau teori menulis yang kaku, melainkan membagikan pengalaman yang tumbuh dari keseharian seorang penulis yang setia pada prosesnya.

Buku ini merupakan kumpulan esai yang awalnya diterbitkan di majalah Jepang, lalu dirangkai menjadi satu kesatuan yang memantulkan pandangan Murakami tentang menulis, bekerja, dan menjalani hidup dengan kesadaran penuh.

Gaya bahasanya sederhana dan apa adanya, tetapi di balik kesederhanaan itu tersimpan kedalaman pemikiran yang menginspirasi. Setiap kalimat terasa mengalir pelan, seperti percakapan di pagi hari dengan seorang teman lama yang mengerti betul arti ketekunan dan keheningan.

Murakami memandang menulis bukan sebagai ledakan inspirasi sesaat, melainkan sebagai latihan kesabaran yang panjang. Sebagai penulis dia membangun rutinitasnya dengan disiplin tinggi: menulis setiap pagi selama beberapa jam, lalu berlari satu jam setiap hari.

Murakami percaya bahwa tubuh dan pikiran adalah dua sisi yang harus dijaga bersamaan. Baginya, menulis bukan hanya kerja intelektual, tapi juga kerja fisik.

Seperti pelari maraton, penulis harus menjaga ritme, napas, dan daya tahan agar bisa terus melangkah jauh. Dalam kesederhanaan kebiasaan itu, Murakami menemukan kebebasan yang sejati, yaitu sebentuk kebebasan untuk bekerja sesuai ritme yang ia pilih sendiri.

Yang menarik, Murakami tidak menempatkan dirinya sebagai sosok yang serba tahu. Ia berbagi kisahnya dengan kerendahan hati yang menenangkan.

Ia bercerita tentang bagaimana ide-ide muncul dan disimpan dalam “lemari pikiran”, hingga akhirnya ia merasa waktunya tiba untuk menulis. Prosesnya panjang, penuh revisi, kadang melelahkan, tetapi selalu jujur. Ia tidak menulis untuk memuaskan orang lain, melainkan untuk menemukan sesuatu yang benar-benar hidup dalam dirinya. Dari sini kita belajar bahwa karya besar lahir bukan dari keajaiban, tetapi dari kerja panjang yang sering kali tak terlihat siapa pun.

Di sela pembicaraan tentang menulis, Murakami juga berbagi tentang hal-hal yang membentuk dirinya: kecintaannya pada musik jazz, kebiasaannya menerjemahkan karya sastra dari bahasa Inggris, serta pandangannya tentang keseimbangan antara keseriusan dan kebebasan dalam bekerja.

Jazz memberinya pelajaran tentang ritme dan improvisasi, sementara menerjemahkan menjadi bentuk istirahat aktif bagi pikirannya. Semua itu menunjukkan bahwa proses kreatif bisa hadir dari berbagai arah, dan bahwa inspirasi tidak selalu datang dari hal-hal besar, melainkan dari rutinitas kecil yang dijalani dengan kesadaran penuh.

Membaca Novelis sebagai Panggilan Hidup terasa seperti mendengarkan seseorang yang hidup dengan tenang di tengah bising dan riuhnya hiruk pikuk dunia. Murakami tidak pernah berusaha meyakinkan pembaca bahwa caranya adalah yang paling benar.

Dalam kumpulan esainya ini, Murakami hanya menunjukkan bahwa menulis atau bentuk kreativitas apa pun membutuhkan kesetiaan pada proses. Ia percaya setiap orang memiliki jalan, ritme, dan caranya sendiri dalam mencipta.

Tidak semua hal dalam buku ini harus diikuti mentah-mentah, karena dunia kreatif tidak mengenal satu resep untuk semua. Yang terpenting adalah menemukan pola kerja dan cara berpikir yang paling jujur bagi diri sendiri.

Buku ini juga memberi pesan yang relevan bagi Sahabat Fimela yang bergelut di dunia kreatif. Di tengah tekanan untuk selalu produktif dan inovatif, Murakami mengingatkan kita untuk bekerja dengan cinta, bukan dengan keterpaksaan.

Keberhasilan bukan hanya soal hasil, melainkan tentang bagaimana kita menikmati perjalanan menuju hasil itu. Dalam setiap upaya, sekecil apa pun, selalu ada nilai yang bisa membuat kita tumbuh dan lebih memahami diri sendiri.

Bagi pembaca setia Murakami, buku ini menjadi semacam cermin untuk melihat sosok di balik novel-novel penuh keajaiban yang telah ia tulis. Namun bagi pembaca baru, buku ini bisa menjadi pengantar yang lembut menuju dunia pikirannya, yaitu sebentuk dunia yang menghargai kesunyian, keteraturan, dan kebebasan pribadi. Murakami tidak menulis untuk mengesankan, ia menulis untuk berbagi kejujuran tentang hidup dan pekerjaan yang ia cintai.

Menutup buku ini terasa seperti menutup percakapan dengan seseorang yang bijak tanpa banyak bicara. Kita dibawa pada kesadaran bahwa panggilan hidup bukanlah sesuatu yang datang dengan suara keras, melainkan sesuatu yang tumbuh perlahan dari hal-hal yang kita kerjakan dengan sepenuh hati.

Kebebasan yang sebenar-benarnya mungkin bukan berarti bebas dari pekerjaan, tetapi bebas di dalam pekerjaan, seperti bebas untuk mencipta, untuk gagal, untuk bangkit lagi, dan untuk tetap setia pada apa yang membuat hidup terasa berarti.

Novelis sebagai Panggilan Hidup bukan hanya bacaan untuk penulis, tetapi juga untuk siapa pun yang ingin menumbuhkan semangat berkarya dan mencintai prosesnya. Buku ini memberi kehangatan bagi mereka yang sedang mencari arah dalam dunia kreatif, mengingatkan bahwa keindahan sejati lahir dari ketekunan dan ketulusan. Terjemahan dalam bahasa Indonesia ini juga sangat nyaman untuk diikuti.

Untuk Sahabat Fimela yang sedang menapaki perjalanan kreatif atau sedang menekuni dunia kreatif dan sedang membuat karya, buku ini bisa menjadi teman refleksi yang lembut, yang bisa mengajarkan bahwa setiap langkah kecil yang dijalani dengan cinta adalah bentuk kebebasan paling indah yang bisa dimiliki seorang manusia.

Read Entire Article
Prestasi | | | |